Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi II DPR Fraksi Demokrat, Ongku Parmonangan Hasibuan, menyoroti anggaran yang dikeluarkan oleh negara untuk penyelenggaraan Pemilu 2024 kurang lebih sebesar Rp87 triliun.
Menurutnya, anggaran sebesar itu harus bisa menghadirkan Pemilu yang berkualitas. Sementara, ungkapnya, di lapangan prakteknya itu sangat syarat manuver-manuver money politik.
Ia pun mempertanyakan bagaimana Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu memberikan sanksi pada praktek-praktek money politik.
“Sekarang ini yang lazim terlihat di lapangan itu mengumpulkan data. Satu data harganya sekian, dikumpulkan sebanyak mungkin dan dijanjikan pada hari H dikasih lagi sekian. Bagaimana Panwaslu mengantisipasi persoalan-persoalan seperti ini?” kata Ongku saat rapat kerja Komisi II DPR dengan KPU dan Bawaslu di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (12/9/2023).
Mantan Bupati Tapanuli Selatan ini menyoroti anggaran Pemilu 2024 tersebut, karena ia tidak ingin kualitas Pemilu serentak 2024 ini menurun atau rendah.
“Kita sayang juga, kalau seandainya anggaran Pemilu yang besar ini kita habiskan uang negara sebesar Rp87 triliun kurang lebih, tetapi kualitas pemilu yang kita hadirkan itu sangat rendah. Meskipun secara kuantitas nanti bagus, bisa jadi angka partisipasi pemilih dari 80 persen menjadi 85 persen, tetapi kualitasnya menurun,” ucapnya.
Selain itu, Ongku meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) memperhatikan data pemilih pada Pemilu 2024. Pasalnya, kata dia, setiap hari ada orang yang meninggal dan usianya bertambah. Sementara, KPU sudah menetapkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 sebanyak 204.807.222 pemilih.
“Pertanyaan yang masuk ke saya, kalau Pemilu 14 Februari, pada 13 Februari usianya sudah 17 tahun, bagaimana itu? Apakah dia tidak berhak memilih? Kalau berhak bagaimana caranya? Diakomodir dimana, apakah DPT ini masih terus di update atau bagaimana?” ujarnya.
Selain itu, Ongku juga mengingatkan KPU soal pemilih dari luar daerah asal tempat tinggal.
“Misalnya urban yang bekerja di suatu tempat. Dia penduduk bukan disitu tetapi dia mau memilih disitu, sementara surat suara kelebihannya hanya 2 persen di TPS. Kalau ternyata mereka lebih yang datang, apakah mereka kehilangan hak juga?” ujarnya mempertanyakan.
(Bie)