Jakarta, JurnalBabel.com – Harga beras di berbagai daerah masih saja mahal dan makin memberatkan masyarakat. Padahal panen raya sudah berlangsung bahkan operasi pasar sudah dilakukan Bulog.
Anggota Komisi VI DPR RI, Amin Ak menilai, gejolak harga beras maupun kebutuhan pokok lainnya terjadi karena manajemen pengawasan dan pengendalian stok tidak bekerja efektif sehingga gagal menghadirkan kebijakan antisipatif.
Saat ini selain beras dan minyak goreng, berdasarkan pantauan di lapangan, kenaikan juga terjadi pada harga daging ayam dari Rp30 ribu/kilogram menjadi Rp35 ribu/kilogram, cabai rawit merah dari kisaran Rp50 ribu-Rp60 ribu/kilogram menjadi Rp90 ribu/kilogram, dan harga daging sapi dari Rp120 ribu/kilogram menjadi Rp130 ribu/kilogram. Sementara harga bawang merah dan telur ayam masih stabil, masing-masing di angka Rp40 ribu/kilogram dan Rp26.000/kilogram.
Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan empat komoditas yaitu cabai rawit, beras, cabai merah, dan minyak goreng menjadi penyumbang inflasi di pekan kedua Maret 2023 ini. Catatan BPS menunjukan bahwa komoditas cabai rawit mengalami kenaikan harga di 109 kabupaten/kota pada minggu kedua Maret 2023. Komoditas beras mengalami kenaikan harga di 92 kabupaten/kota pada minggu kedua Maret 2023.
Kemudian komoditas cabai merah mengalami kenaikan harga di 80 kabupaten/kota pada pekan kedua Maret 2023. Komoditas minyak goreng mengalami kenaikan harga di 40 kabupaten/kota pada minggu kedua Maret 2023.
“Fluktuasi harga selalu dan pasti ada penyebabnya, termasuk fluktuasi harga kebutuhan pokok. Ada gejala yang mestinya bisa dideteksi, bukan sesuatu yang terjadi secara tiba-tiba,” kata Amin Ak dalam keterangan tertulisnya, Selasa (14/3/2023).
Wakil Rakyat dari Dapil JAtim IV itu menegaskan, karena menyangkut hajat hidup rakyat banyak, gejolak harga sembako selalu menjadi isu sensitif. Karenanya, jangan pernah sekali-kali menyederhanakan masalah ini.
Masalah klasik yang belum juga sembuh adalah kegagalan menjaga stabilitas harga bahan pokok akibat tidak membaiknya sistem manajemen logistik.
“Di sektor pangan management logistik, baik menjaga stabilitas pasokan maupun mempertahankan cadangan yang cukup merupakan masalah krusial dan penting. Sayangnya, kelemahan ini tidak kunjung diperbaiki,” ungkap Amin.
Lonjakan harga pangan sudah pasti menurunkan daya beli masyarakat dan naiknya inflasi. Kedua hal itu membuat masyarakat yang terpuruk akibat pandemi menjadi sulit bangkit dan pulih perekonomiannya.
“Masyarakat tak punya alternatif lain dan mau tak mau harus merogoh kocek lebih dalam. Jika begitu, ujung-ujungnya konsumsi barang atau kebutuhan lain yang akan dikorbankan,” ujarnya.
Kenaikan harga kebutuhan pokok makin terasa memberatkan, karena di saat bersamaan dunia usaha juga kondisinya terpuruk. Terbukti dengan terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai industri, serta banyaknya perusahaan ritel dan pabrik yang mati suri.
Data BPJS Ketenagakerjaan menunjukkan selama tahun 2022 ada 919.000 pekerja yang di PHK dan 600.000 pekerja yang mengajukan pengunduran diri. Jadi selama 2022 ada 1,5 juta pekerja yang kehilangan pekerjaan.
Kondisi tersebut berpotensi memperbesar jumlah rakyat miskin. Saat ini Indonesia mempunyai sekitar 115 juta orang kelas menengah yang rentan jatuh miskin karena fluktuasi harga pangan.
Mengutip Global Food Security Index 2021, ketahanan pangan Indonesia berada di urutan ke-69 dari 113 negara. Sebagai perbandingan, Malaysia ada di urutan ke 39 dan Vietnam 61.
“Saya mengingatkan pemerintah untuk menyelesaikan persoalan pasokan dan harga kebutuhan pokok ini. Jika dibiarkan berlarut-larut, maka hal itu bisa menyebabkan terjadinya lonjakan angka kemiskinan”, pungkas Amin. (Bie)