Jakarta, JurnalBabel.com – Turunnya peringkat Logistik Performace Index (LPI) Indonesia pada 2023 ke posisi 63 dunia, berdasarkan laporan Bank Dunia, tidak terlepas dari salah arah dalam pembangunan infrastruktur dalam beberapa tahun terakhir. Meski pemerintah jor-joran dalam pembangunan infrastruktur, faktanya tidak berhasil menurunkan biaya logistik.
Menurut Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKS, Amin Ak, mahalnya biaya logistik di dalam negeri karena pemerintahan Jokowi mengabaikan fakta bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan. Tidak seharusnya Jokowi memunggungi laut dalam pembangunan infrastruktur.
“Saya heran kenapa Pak Jokowi mengabaikan tekadnya sendiri diawal jadi Presiden, bahwa visi pembangunannya berorientasi sebagai negara kepulauan, termasuk membangun tol laut,” ujar Amin dalam keterangannya, Selasa (25/7/2023).
Wakil Rakyat dari Dapil Jatim 4 itu menyebut kekeliruan kebijakan pembangunan infrastruktur pemerintahan Jokowi memengaruhi efisiensi biaya logistik.
Merujuk laporan Kementerian Keuangan tahun 2023, biaya logistik di Indonesia mencapai 23,5% dari Produk Domestik Bruto atau PDB nasional.
Bandingkan dengan negara-negara seperti Jepang yang biaya logistiknya hanya 8%, Taiwan 9%, Malaysia 13%, China 14%, dan Thailand 15%.
“Biaya logistik akan jauh lebih murah jika mengutamakan transportasi laut ketimbang darat. Itulah mengapa harga buah impor, ikan impor, dan lain-lain bisa lebih murah dibanding buah lokal atau produk lainnya,” bebernya.
Biaya logistik menggunakan transportasi laut itu 10 kali lipat lebih murah dibandingkan menggunakan transportasi darat. Itulah mengapa hampir 70% sistem logistik perdagangan dunia menggunakan transportasi laut.
Amin menyontohkan pembangunan tol, itu seharusnya berbasis ke pelabuhan sehingga berefek ke ongkos logistik, bukan berbasis proyek seperti saat ini.
Selain memangkas biaya secara signifikan, pembangunan infrastruktur berbasis maritim akan menurunkan kesenjangan perekonomian dan daya saing antar daerah, terutama Jawa dan luar Jawa.
Mahalnya biaya logistik di Indonesia berdampak pada turunnya minat investor asing ke RI. Bagaimanapun salah satu daya tarik investasi itu kan efisiensi. Bagaimana biaya bisa murah, namun keuntungan bisa besar.
“Borosnya biaya logistik menjadi salah satu penyebab borosnya imvestasi di Indonesia,” tegasnya.
Nilai Incremental capital output ratio (ICOR) saat ini cukup, sekitar 7,3. Artinya dibutuhkan biaya modal 7,3 untuk menghasilkan 1 output (produk), di negara ASEAN lainnya ICOR itu di bawah 4.
Menurut Amin, ada enam indikator performa indeks logistik (LPI), yakni perdagangan dan transportasi, manajemen bea cukai dan perbatasan, kualitas layanan logistik, ketepatan waktu pengiriman, kemampuan untuk melacak kiriman serta harga pengiriman internasional yang kompetitif. Rata-rata ke-6 hal itu menunjukkan nilai rapor rendah untuk Indonesia.
“Soal pungutan liar, efisiensi waktu, dan konektivitas antar fasilitas logistik nasional, masih menjadi PR besar bagi Indonesia,” katanya.
Semakin baik performa logistik, semakin efisien ekonomi karena biaya produksi menjadi lebih murah. Kemudian produk pun harganya lebih murah sehingga berdaya saing tinggi.
“Efisien industri mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat dan tingginya penciptaan lapangan kerja karena industri bisa lebih berkembang. Demikian juga ketimpangan ekonomi antar daerah maupun ketimpangan sosial bisa menjadi lebih baik,” pungkasnya.
(Bie)