Jakarta, JurnalBabel.com – Wakil Ketua Komisi III DPR, Desmond Junaidi Mahesa mengkritik Mahkamah Agung (MA) yang mengeluarkan Peraturan MA (Perma) Nomor 5 Tahun 2020. Salah satu pasal Perma tersebut mengatur soal larangan foto dan merekam dalam persidangan.
Desmond menilai lembaga peradilan seharusnya terbuka. “Ini kan salah satu yang penting, bahwa pengadilan itu harus terbuka, ya kalau pengadilannya tertutup, tidak boleh merekam dan macam-macam ini kan ada pertanyaan,” kata Desmond saat dihubungi, Sabtu (19/12/2020).
Politisi Partai Gerindra ini kemudian mengungkit keputusan MA yang menyebut pemberian mobil dianggap dermawan. Menurutnya, sikap MA tersebut ditambah dengan pengadilan yang tertutup menunjukkan lembaga tersebut seperti sarang mafia.
“Tidak boleh merekam dan macam macam ini kan ada pertanyaan, kalau pertanyaan ini kita kaitkan dengan keputusan terakhir Mahkamah Agung yang orang berikan mobil dianggap dermawan, ya saya melihat bahwa Mahkamah Agung dan peradilan ini bukan lembaga hukum lagi, ini udah sarang mafia,” ujarnya.
Desmond mempersilakan aturan tertutup tersebut diterapkan jika dalam pengadilan anak atau terkait kasus pemerkosaan. Namun dia mempertanyakan jika itu juga diterapkan di peradilan umum.
“Merekam dan semua nggak boleh lagi berarti kan ini sidangnya tertutup, sidang tertutup ini kan bicara tentang peradilan anak, yang bicara soal perempuan pemerkosaan dan macam-macam, tapi kalau peradilan umum biasa itu tertutup saya pikir ya lembaga peradilan udah bubarkan aja. Jangan berharap lagi ada keadian di republik ini,” jelasnya.
Penjelasan MA
MA menilai peraturan itu dibuat bukan untuk membatasi transparansi. Melainkan lebih kepada sebuah perangkat/pengaturan untuk mewujudkan peradilan yang berwibawa.
“Di mana aparat peradilan yang bersidang serta pihak-pihak lain yang berkepntingan termasuk para jurnalis tentunya merasa aman berada di lingkungan pengadilan,” kata juru bicara Mahkamah Agung, Andi Samsan Nganro, saat dihubungi terpisah.
Andi membantah jika aturan dalam Perma nomor 5 tahun 2020 ini untuk mebatasi ruang gerak dalam peliputan di persidanga. Menurutnya aturan tersebut dimaksudkan hanya untuk keamanan dan ketertiban saat sidang berlangsung.
“Kalau aturan yang dicabut oleh Ketua MA sifatnya aturan khusus yang mengatur tata tertib dalam meliput/mengambil gambar di persidangan. Sedangkan aturan dalam Perma Nomor 5/2020 lebih bersifat umum untuk mengatur protokoler persidangan dan keamanan di lingkungan pengadilan,” jelasnya.
“Sasaran dan latarbelakang terbitnya Perma Nomor 5 Tahun 2020 ini adalah selain untuk menciptakan suasana sidang yang tertib dan lancar, juga agar aparat peradilan yang menyelenggarakan persidangan serta pihak-pihak yang berkepntingan seperti saksi-saksi, terdakwa dan pengunjung merasa aman, dan yang terpenting lagi dengan terbitnya Perma Nomor 5/2020 tersebut diharapkan mewujudkan peradilan yang berwibawa,” tambahnya. (bie)