Ditulis Oleh:
Supriyanto
Anggota Komisi II DPR RI
Ketua DPC Gerindra Ponorogo
Mahkamah Konstitusi (MK) rencana akan membacakan putusan judicial review atau uji materi terkait batas usia minimum Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden (Capres-Cawapres) pada Senin (16/10/2023). Dikutip dari situs resmi MK, gugatan yang akan diputuskan yakni perkara Nomor 29, 51 dan 55/PUU-XXI/2023.
Uji materi ini mendapat perhatian publik secara luas, di tengah semakin dekatnya kontestasi pemilu 14 Februari 2024, dan hanya empat hari menjelang masa pendaftaran Capres-Cawapres di KPU RI pada 19 Oktober hingga 25 Oktober 2023.
Gugatan syarat minimal usia Capres-Cawapres mendapat tanggapan yang beragam dari publik. Mulai dari politisi, praktisi hukum, ahli hukum tata negara, akademisi dan pengamat politik. Bahkan terjadi pro kontra dan banyak pendapat yang mengkaitkan dengan isue politik dinasti.
Garis besar perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023, pemohon mengajukan petitum batas usia minimum capres-cawapres dikembalikan ke 35 tahun. Kemudian, pada perkara Nomor 51/PUU-XXI/2023 dan perkara Nomor 55/PUU-XXI/2023 pemohon mengajukan petitum ada tambahan frasa “pengalaman sebagai penyelenggara negara” diharapkan dapat menjadi syarat alternatif selain usia minimum 40 tahun.
Problem utama regulasi syarat minimal usia Capres-Cawapres, setidaknya disebabkan oleh dua hal. Pertama, terlalu seringnya terjadi perubahan terkait regulasi Pemilu (Pileg, Pilpres, Pilkada). Kedua, sering terjadi conflict of interest dari para pembentuk UU, yaitu Pemerintah dan DPR, sebab diantara mereka banyak yang menjadi kontestan pemilu.
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang dipilih secara langsung oleh masyarakat pertama kali dilaksanakan pada 2004, dengan syarat usia minimal Capres -Cawapres adalah 40 tahun. Kemudian Pilpres langsung kedua tahun 2009, dipersyaratkan usia minimal Capres-Cawapres diturunkan dari 40 tahun menjadi 35 tahun, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 42 tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Pilpres langsung ketiga dilaksanakan 2014 dengan syarat usia minimal Capres-Cawapres adalah 35 tahun.
Pemerintah dan DPR sebagai lembaga yang berwenang membentuk undang undang, merancang pemilu serentak untuk menggabungkan pemilu eksekutif (Pilpres) digabung dengan pemilu legislatif (Pemilu DPD, DPR, DPRD Propinsi, DPRD Kabupaten/Kota). Adapun tujuan Pemilu serentak ini dalam rangka penyerderhanaan dan efisiensi anggaran pemilu.
Pemilu Presiden dan Wakil presiden , pemilu DPD, DPR, DPR Propinsi, DPRD Kabupaten/Kota diserentakan dengan dasar regulasi UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum. UU ini pertama kali digunakan pada Pemilu 2019.
Dalam regulasi yang baru ini syarat usia minimum Capres-Cawapres dirubah/dinaikkan dari 35 tahun menjadi 40 tahun. Sementara untuk syarat usia minimum calon anggota DPD, DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota dalam UU ini adalah 21 tahun, tidak ada perubahan.
Jika dikaji secara seksama maka Pembentuk undang undang yaitu pemerintah dan DPR menggunakan standar ganda dalam menentukan syarat usia minimal calon. Dalam hal batas usia calon Presiden-wakil presiden dinaikan dari 35 tahun menjadi 40 tahun, sementara batas usia minimal calon angota legislatif DPD, DPR dan DPRD propinsi/kabupaten/kota, tidak dirubah (tetap 21 tahun).
Guna mengkaji lebih komprehensif terkait batas usia minimal calon yang akan mengikuti pemilu langsung, perlu juga diulas terkait syarat usia minimum calon yang mengikuti Pilkada, karena Pilkada juga dipilih langsung oleh masyarakat.
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah (Pemda), mengatur batas minimal usia menjadi calon kepala daerah (Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Wali Kota, dan Wakil Wali Kota) adalah 30 Tahun.
Ketentuan syarat usia kepala daerah ini terjadi perubahan, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Pilkada. Regulasi Pilkada ini mensyaratkan usia minimum Gubernur-Wakil Gubernur adalah 30 tahun. Sedangkan usia minimal Calon Bupati – Wakil Bupati, Wali Kota-Calon Wakil Wali Kota adalah 25 tahun.
Setelah dikaji secara mendalam dari berbagai regulasi yang ada terkait Pemilu dan Pilkada, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
Pertama, batas usia minimal usia Capres-Cawapres mengalami perubahan, dari 40 tahun menjadi 35 tahun dan berubah lagi menjadi 40 tahun (turun-naik).
Kedua, batas usia minimal calon anggota legislatif DPD, DPR, DPRD Propinsi, DPRD Kabupaten/Kota tetap yaitu 21 tahun (tidak ada perubahan).
Ketiga, syarat usia minimal Calon Gubernur tidak ada perubahan. Sedangkan syarat usia minimal Calon Bupati/Wali Kota diturunkan dari 30 tahun menjadi 25 tahun.
Dari fakta regulasi ini bisa disimpulkan bahwa pembentuk Undang-Undang, yaitu pemerintah dan DPR, tidak konsisten dalam menentukan syarat batas minimal usia calon yang akan mengikuti Pemilu. Meskipun pembentuk Undang-Undang punya hak Open legal Policy dalam menentukan pasal-pasal dalam UU.
Pembentuk UU seharusnya punya visi kebijakkan regulasi yang terukur, integral, konsisten, komprehensif, tidak kontradiktif, berkeadilan, karena UU akan digunakan untuk seluruh warga bangsa.
Seharusnya, UU Pemilu mengacu kepada landasan yuridis dan filosofis yang diatur dalam konstitusi yaitu Pasal 27 ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, dan wajib menjujung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
Pasal 28 D ayat 3 UUD 1945, berbunyi “Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.”
Tiga Alternatif Putusan MK
Kalau melihat materi gugatan, kemungkinan ada tiga alternatif putusan MK. Pertama, MK menerima sebagian artinya batas usia minimal Capres-Cawapres tetap 40 tahun, namun dikecualikan bagi orang yang sudah berpengalaman menjadi kepala daerah, Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Wali Kota dan Wakil Wali Kota.
Kedua, MK mengabulkan gugatan untuk mengembalikan batas syarat usia minimal Capres-Cawapres menjadi 35 tahun. Ketiga, MK menolak secara keseluruhan, yang artinya batas usia minimal Capres-Cawapres tetap 40 tahun.
Jika akhirnya MK mengambil alternatif pertama dalam putusannya, menurut pendapat saya masih sangat proporsional dan adil, disamping untuk menjaga kesinambungan sistem rekruitment kepemimpinan mulai dari tingkat daerah kabupaten/kota, propinsi sampai kepemimpinan di tingkat pusat.