Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi XIII DPR yang membidangi masalah reformasi regulasi dan hak asasi manusia (HAM), Pangeran Khairul Saleh, menilai pemagaran diperairan laut Tangerang, Banten, tidak hanya berpotensi melanggar banyak aturan, tetapi juga terindikasi melanggar HAM.
Pasalnya, kata dia, pemagaran laut tersebut membatasi akses masyarakat sekitar dan mendegredasi lingkungan. Menurutnya, lain hal apabila pagar laut dibangun untuk konservasi dan tentu partisipasi publik dilibatkan sebelum pagar laut itu dibangun.
Sebab itu, tambah Khairul Saleh, pihaknya segera memanggil menteri terkait yang menjadi mitra kerja Komisi XIII DPR untuk menjelaskan potensi pelanggaran HAM.
“Kami apresiasi arahan Presiden langsung memerintahkan jajarannya untuk sigap menyelesaikan permasalahan ini dengan melibatkan Kementerian dan TNI AL. Komisi XIII juga akan memanggil Menteri mitra kami untuk menjelaskan potensi pelanggaran hak asasi manusia,” kata Khairul Saleh dalam keterangannya, Rabu (22/1/2025).
Menurut Khairul Saleh, atas akses dan pemanfaatan sumber daya, pagar laut yang dibangun oleh pihak swasta atau individu dapat membatasi akses masyarakat umum terhadap sumber daya laut yang merupakan milik bersama.
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini menegaskan, pagar laut dapat melanggar HAM jika pembangunannya mengabaikan hak-hak masyarakat, merusak lingkungan, dan membatasi akses terhadap sumber daya laut.
“Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa pembangunan pagar laut dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip HAM dan keberlanjutan lingkungan,” pungkas legislator asal dapil Kalimantan Selatan ini.
Sebelumnya, Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) menilai pagar laut di Tangerang ilegal alias tidak berijin, tidak ada pemiliknya sehingga melanggar ketentuan administrasi dan pidana.
Sejauh penelusuran, PBHI mengklaim pagar tersebut dibangun bukan untuk
memitigasi tsunami, karena tidak ada relevansinya dengan tsunami. PBHI juga meyakini telah terjadi pelanggaran hukum, pelanggaran HAM dan telah terjadi kerusakan lingkungan atas kasus ini.
Pada Senin (20/1/2025), Menteri Agraria dan Tata Ruang Nusron Wahid membenarkan bahwa sertifikat HGB telah terbit untuk 263 bidang di dan sekitar wilayah perairan tersebut. Selain itu, ada sertifikat hak milik (SHM) untuk 17 bidang lainnya.
Nusron bilang ada sembilan bidang yang mendapat sertifikat HGB atas nama perorangan. Sementara itu, sertifikat HGB untuk 254 bidang dimiliki dua perusahaan.
Di sisi lain, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan ia telah melaporkan masalah pagar laut serta sertifikat HGB dan SHM yang terbit di pesisir Tangerang langsung pada Presiden Prabowo Subianto, Senin (20/1/2025).
Sakti menegaskan tidak boleh ada sertifikat yang terbit di laut sehingga katanya, “Itu sudah jelas ilegal.”
Menurutnya, pembangunan pagar laut pun melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Cipta Kerja yang mewajibkan setiap pembangunan di ruang laut memiliki izin kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut (KKPRL).
“Arahan bapak presiden satu: selidiki sampai tuntas secara hukum supaya kita harus benar koridor hukumnya. Apabila tidak ada [izinnya], itu harus menjadi milik negara,” kata Sakti Wahyu Trenggono.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan TNI Angkatan Laut (AL) sepakat untuk melanjutkan pembongkaran pagar laut di Tangerang pada Rabu siang (22/1/2025) setelah sebelumnya sempat ditunda.
“Jadi kita akan memberikan batasan waktu sampai dengan besok Rabu pagi, kita akan rapat pagi, lalu siangnya kita akan melakukan tindakan pembongkaran,” kata Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, melalui video yang diunggah di akun Instagram-nya pada Senin (20/1/2025).
Sakti menyampaikan hal itu setelah bertemu dengan Kepala Staf TNI AL,
Muhammad Ali, yang mengaku mendapat instruksi dari Presiden Prabowo Subianto untuk menyelesaikan masalah pagar laut di Tangerang yang dikeluhkan nelayan setempat.