Jakarta, JurnalBabel.com – Kebijakan pemerintah menaikkan Harga Pokok Penjulan (HPP) Gabah Kering Panen (GKP) tanpa adanya Rafaksi. Pasalnya, selama ini HPP GKP yang rendah menjadi kegelisahan para petani mengingat biaya produksi yang mahal namun harga jualnya berfluktuatif.
Hal tersebut disampaikan Anggota Komisi IV DPR Fraksi Partai Demokrat, Bambang Purwanto, dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi IV DPR RI bersama Badan Pangan Nasional, Perum Bulog, PT Pupuk Indonesia, dan ID FOOD, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (4/2/2025).
Mantan Bupati Kotawaringin Barat ini menyebut, akibat HPP yang berfluktuatif dan cenderung di bawah harga HPP, petani di Kalimantan Tengah sudah melirik ke kebun sawit. Hal ini tentunya sangat berbahaya.
“HPP yang berfluktuatif dan cenderung di bawah HPP, menyeruak kabar bahwa petani di Kalimantan Tengah sudah melirik ke kebun sawit. Hal ini tentunya sangat berbahaya,” ungkap Bambang.
Ia berharap kebijakan kenaikan HPP akan membuat petani bersemangat kembali, sehingga swasembada pangan yang merupakan bagian dari Asta Cita kedua Presiden Prabowo dapat terwujud dengan baik.
Selain hal tersebut, Bambang juga menyoroti terkait Distribusi Pupuk Bersubsidi di Kalimantan Tengah. Menurutnya, distribusi pupuk sudah mulai membaik.
Kondisi ini menyaratkan Bulog harus mempersiapkan diri untuk menampung gabah petani mengingat di wilayah tersebut sangat luas tanaman padinya serta terdapat lahan food estate.
Bambang berharap Bulog dapat
melakukan pengawasan internal yang ketat karna seringkali lemah dalam pengawasan.
Ia juga menambahkan, lemahnya pengawasan menyebabkan berubahnya kebijakan. Padahal peran pengawasan ini sangat penting untuk program-program berikutnya.
Ia juga memberikan kritik penggunaan sistem digital dalam penebusan pupuk. Ia mengatakan, rata-rata petani sudah berumur tua sehingga jangan membuat aplikasi yang menyulitkan, dengan program kartu tani saja petani merasa kebingungan.
Ia berharap sistem ini dapat disederhanakan serta jangan sampai karena merasa kesulitan, akhirnya petani tidak mau menebus pupuk bersubsidi.
“Berharap sistem ini dapat disederhanakan serta jangan sampai karena merasa kesulitan, akhirnya petani tidak mau menebus pupuk bersubsidi,” kata Bambang.
Poin terakhir yang menjadi sorotan bagi Bambang adalah terkait ketersediaan pangan saat bulan Ramadhan. Bulan Ramadhan tiba bertepatan dengan momen panen raya.
Ia mengatakan, sudah seharusnya kondisi panen raya dapat dirasakan oleh semua pihak, baik petani maupun konsumen.
Menurutnya, persoalan ini memang cukup rumit dan menegaskan kondisi ini juga harus diantisipasi oleh Badan Pangan Nasional.
“Sudah seharusnya kondisi panen raya dapat dirasakan oleh semua pihak baik petani maupun konsumen. Petani harus sejahtera karena harga gabah stabil dan konsumen juga mendapatkan harga beras yang murah,” pungkasnya.