Jakarta, JurnalBabel.com – Partai Buruh mendorong DPR mempercepat pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) usai permohonan uji materi terkait ambang batas parlemen yang mereka ajukan tidak dapat diterima oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
“Kami akan tetap berdiri bersama MK, sekalipun permohonan kami kali ini belum dapat dikabulkan oleh Mahkamah. Namun demikian, Partai Buruh mendorong agar DPR mempercepat proses pembahasan revisi UU Pemilu,” kata Wakil Presiden Partai Buruh Said Salahudin dalam keterangannya, Jumat (17/10/2025).
Partai Buruh merupakan pemohon uji materi Pasal 414 ayat (1) UU Pemilu yang mengatur tentang ketentuan ambang batas parlemen. Norma pasal itu sebelumnya juga sudah dimaknai oleh MK melalui Putusan Nomor 116/PUU-XXI/2023. Namun, MK pada Kamis (16/10/2025) menyatakan tidak dapat menerima permohonan Partai Buruh yang tercatat dengan Nomor 131/PUU-XXIII/2025.
Mahkamah menilai permohonan itu prematur untuk diajukan karena pembentuk undang-undang belum melakukan perubahan terhadap aturan ambang batas parlemen sebagaimana yang termaktub dalam amar putusan MK sebelumnya.
“Faktanya, sampai hari ini atau 1,8 tahun pasca-Putusan Nomor 116/PUU-XXI/2023, masih belum ada titik terang dari DPR mengenai konsep redesain sistem Pemilu 2029, khususnya mengenai aturan baru parliamentary threshold,” ujar Said.
Said pun menyoroti perintah Mahkamah dalam pertimbangan hukum yang meminta pembentuk undang-undang segera melakukan perubahan ketentuan dimaksud sebelum penyelenggaraan Pemilu 2019.
“Dalam Putusan Nomor 116/PUU-XXI/2023, dan dinyatakan kembali dalam Putusan Nomor 131/PUU-XXIII/2025, MK secara eksplisit menyebutkan kata ‘segera’ di dalam perintahnya kepada DPR untuk merevisi UU Pemilu,” tuturnya.
Meski demikian, Said mengatakan Partai Buruh tetap konsisten agar ambang batas parlemen atau parliamentary threshold (PT) dihapuskan. Ihwal penghapusan PT itulah yang dimintakan Partai Buruh dalam permohonannya yang berakhir kandas tersebut.
“Apabila aturan PT tetap diberlakukan, PT harus berbasis pada perolehan suara sah di daerah pemilihan, bukan berbasis pada perolehan suara sah nasional. Itu aturan yang lebih adil agar puluhan juta suara pemilih tidak selalu terbuang percuma pada setiap penyelenggaraan pemilu,” kata Said.
Sebelumnya, MK menyatakan tidak dapat menerima permohonan uji materi yang diajukan Partai Buruh. Menurut Mahkamah, permohonan itu belum saatnya diajukan karena pemerintah dan DPR belum menjalankan amanat putusan MK sebelumnya.
“Permohonan a quo (ini), belum saatnya diajukan ke Mahkamah. Berdasarkan fakta hukum tersebut, ihwal anggapan kerugian atau potensi kerugian hak konstitusional Pemohon belum atau tidak dapat dinilai oleh Mahkamah,” kata Wakil Ketua MK Saldi Isra, kemarin.
Diketahui, dalam amar putusan sebelumnya, yakni Putusan Nomor 116/PUU-XXI/2023, MK menyatakan norma pasal mengenai ambang batas parlemen konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada Pemilu DPR 2029 dan pemilu berikutnya.
Mahkamah secara eksplisit memerintahkan pembentuk undang-undang untuk melakukan perubahan terhadap norma ambang batas parlemen, sekaligus dengan besaran angka atau persentasenya.
