Jakarta, JurnalBabel.com – Pasien Covid-19 harus rela tidak dapat menggunakan hak pilihnya atau ikut mencoblos di Pilkada 9 Desember 2020. Hal itu terjadi apabila si pasien tidak ingin menggunakan hak pilihnya atau dari pihak petugas kesehatan tidak mengizinkan karena dapat membahayakan si pasien dan panitia Pilkada.
Demikian dikatakan oleh Anggota Komisi II DPR, Mohamad Muraz, saat dihubungi, Selasa (8/12/2020), menangggapi beberapa hari sebelum hari pencoblosan Pilkada 2020, Rabu 9 Desember, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengunggah sebuah komik yang lekas dihujat warganet. Komik yang diunggah di akun Twitter @KPU_ID tersebut menginformasikan cara pemilihan bagi pasien Covid-19 ditempat mereka diisolasi.
“Setiap suara sangat berarti. Prinsip ini juga yang melatarbelakangi KPU untuk memastikan… pasien COVID-19 dan rawat inap tetap dapat [meng]gunakan hak pilihnya di 9 Desember nanti. Petugas dan saksi datang menggunakan APD (Alat Pelindung Diri),” tulis KPU, Rabu (2/12/2020).
Seorang warganet lalu membalas, “Orang sehat aja ga peduli soal pemilu, apalagi kondisi lagi bahaya kayak gini.” Lainnya berkata, “Setiap suara sangat berarti? Bagaimana dengan suara dari tenaga kesehatan se-Indonesia?” Warganet berikutnya memperingati: “mohon dipertimbangkan kembali keselamatan tenaga KPU dan saksi, serta risiko kontaminasi surat suara dan kotak suara.”
Muraz menjelaskan dalam aturan ada yang disebut hak dan kewajiban. Hak itu boleh dilaksanakan atau tidak tanpa adanya sanksi. Sementara, kewajiban itu harus dilaksanakan yang apabila tidak dilaksanakan maka ada sanksi.
Artinya, lanjut politisi Partai Demokrat ini, sudah menjadi kewajiban bagi KPU untuk memfasilitasi pasien Covid-19 untuk menggunakan hak pilihnya dalam kondisi apapun. Apabila KPU tidak memfasilitasinya, dapat dikenakan sanksi karena tidak memenuhi hak pilih warga yang dijamin konstitusi.
Sementara bagi pasien Covid-19, tidak ada kewajiban untuk menggunakan hak pilihnya dan tidak ada sanksinya. Namun, Muraz mengatakan Indonesia menjadi seperti sekarang ini sebagai negara yang berdemokrasi, bebas berpendapat, maka kesadaran berbangsa dan bernegara masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya diutamakan.
Sebab itu, tambah Muraz, KPU menginformasikan tata cara pencoblosan bagi pasien Covid-19 sudah menjadi kewajibannya untuk memenuhi hak pilih masyarakat. Pada akhirnya, semuanya itu kembali kepada pasien Covid-19 ingin menggunakan hak pilihnya atau tidak tanpa adanya paksaan.
“Yang penting si pemilih rela tidak mengikuti pemilihan dan KPU sudah melaksanakan tugas dan terbebas dari kewajibannya. Ini yang perlu dipahami masyarakat,” kata Muraz.
Mantan Wali Kota Sukabumi ini mengungkapkan, KPU dalam Pilkada 2020 ini hanya memprediksi atau mentargetkan 77,5 persen pemilih menggunakan hak pilih dari jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang sudah ditetapkan yang hampir 120 juta pemilih lebih. Artinya, ada 22,5 persen atau lebih dari 25 juta pemilih diperkirakan tidak akan memilih.
“Saya yakin panitia pemilihan tidak akan memaksa bahwa setiap yang sakit harus memilih. Yang sehat pun tidak dipaksa apalagi yang sakit. Dengan catatan itu ditawarkan dulu haknya akan memilih atau tidak atau pertimbangan dari pihak rumah sakit atau dari keluarganya,” pungkasnya.
Mekanisme Pencoblosan
Ketentuan untuk pemilih dalam kondisi menderita Covid-19 tercantum dalam PKPU 6/2020.
Dalam PKPU tersebut, tepatnya Pasal 73 Ayat 1 PKPU 6/2020, disebutkan bahwa petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) dapat mendatangi pemilih yang sedang menjalani isolasi mandiri agar tetap dapat menggunakan hak pilihnya.
Tidak hanya pasien isolasi mandiri, tetapi pasien yang sedang dirawat di rumah sakit juga bisa menggunakan hak pilihnya dengan persetujuan saksi dan Panwaslu kelurahan/desa atau pengawas TPS.
Kemudian, pada Pasal 73 Ayat 2 disebutkan, petugas KPPS yang mendatangi pemilih berjumlah dua orang.
Mereka akan didampingi oleh panitia pengawas pemilu (Panwaslu), pengawas TPS, beserta saksi.
Sementara itu, pada Ayat 4, diatur mengenai waktu pemilihan bagi pasien Covid-19 yang sedang dirawat atau isolasi mandiri. Adapun pasien baru bisa memilih pukul 12.00 WIB.
Kendati demikian, KPU tidak membiarkan petugas datang begitu saja ke lokasi isolasi atau ruang rawat rumah sakit untuk bertemu pemilih.
Pada Pasal 73 Ayat 5 huruf c diatur bahwa petugas yang datang akan menggunakan APD.
Kemudian, pada Pasal 73 Ayat 5 huruf e, petugas diminta tetap menerapkan protokol kesehatan pencegahan Covid-19.
Terkait data pemilih yang terjangkit Covid-19 didapatkan dengan hasil koordinasi dan akhirnya diserahkan ke KPPS melalui panitian pemilihan kecamatan (PPK) dan panitia pemungutan suara (PPS).
(Bie)