Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Gerindra Elnino M Husein Mohi menyatakan pidato Presiden Jokowi tentang penundaan cicilan kredit selama setahun dipahami berbeda antara para debitur/masyarakat dan para kreditur/bank/leasing.
Elnino menjelaskan bahwa debitur menganggap bahwa dirinya otomatis tidak bayar cicilan selama setahun. Sementara kreditur memahami bahwa tidak semua debitur dapat keringanan, kecuali yang memenuhi syarat-syarat tertentu, itu pun belum tentu ditunda setahun, tetapi maksimal setahun.
“Teknis penundaannya pun dirasakan oleh masyarakat hanya memindahkan beban tahun ini untuk ditombokin tahun depan,” jelas Elnino dalam keterangan tertulisnya, Minggu (29/3/2020).
Legislator dari daerah pemilihan Gorontalo ini menambahkan beda perspektif itu membingungkan masyarakat. Jika kebingungan itu lama, maka berbahaya di level grassroot.
Sebab itu, Elnino minta pemerintah mesti sesegera mungkin memberikan penjelasan teknis kepada masyarakat mengenai istilah penundaan cicilan tersebut.
“Penjelasan pemerintah itu mesti dilakukan bersama-sama dengan OJK supaya tidak ada dispute di lapangan dalam menindaklanjuti pidato Presiden RI,” katanya menandaskan.
Sejumlah pengemudi transportasi online mengeluhkan masih ada perusahaan pembiayaan atau leasing yang tetap menagih cicilan kredit kendaraan mereka. Pengemudi menilai leasing tidak menghiraukan instruksi Presiden Joko Widodo yang telah menjanjikan kelonggaran atau relaksasi kredit kepada pelaku usaha mikro dan kecil yang penghasilannya terdampak wabah corona (Covid-19).
Sebelumnya Presiden Jokowi menyampaikan pada Selasa (24/3/2020), bagi nasabah usaha mikro dan usaha kecil, akan diberikan penundaan cicilan sampai satu tahun dan juga penurunan bunga. Begitupun bagi pengemudi ojol dan sopir taksi yang mengambil kredit sepeda motor atau mobil, serta nelayan yang sedang memiliki kredit perahu.
”Mereka tidak perlu khawatir dengan angsuran karena telah diberi kelonggaran berupa relaksasi pembayaran bunga dan angsuran selama satu tahun,” kata Presiden saat membuka rapat terbatas di Istana Merdeka.
Atas kebijakan ini, OJK mengeluarkan Peraturan OJK (POJK) Republik Indonesia Nomor 11/Pojk.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019. Aturan ini diharapkan dapat mendorong optimalisasi fungsi intermediasi perbankan, menjaga stabilitas sistem keuangan, dan mendukung pertumbuhan.
Dalam POJK, dijelaskan, debitor, termasuk UMKM, adalah mereka yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajiban pada bank karena terdampak akibat penyebaran Covid-19. Sektor ekonomi yang terdampak, antara lain pariwisata, transportasi, perhotelan, perdagangan, pengolahan, pertanian, dan pertambangan.
Kualitas kredit yang direstrukturisasi dapat ditetapkan lancar apabila diberikan kepada debitor yang terkena dampak penyebaran Covid-19 dan restrukturisasi dilakukan setelah debitor terkena dampak penyebaran Covid-19. Restrukturisasi kredit akan dilakukan sesuai peraturan OJK mengenai penilaian kualitas aset.
Beberapa penilaian kualitas aset tersebut, antara lain dengan cara penurunan suku bunga, perpanjangan jangka waktu, pengurangan tunggakan pokok, pengurangan tunggakan bunga, penambahan fasilitas kredit, dan konversi kredit menjadi penyertaan modal sementara. (Bie)
Editor: Bobby