Konstitusi tegas menyebut Pemilu harus dilaksanakan secara adil. Asas itu harus menjadi pijakan, termasuk dalam hal penentuan jadwal Pemilu 2024.
Jadwal Pemilu kita sebetulnya sudah ajek, yaitu dilaksanakan tiap lima tahun sekali dibulan April. Parameternya jelas. Sejak pertama kali diselenggarakan pascaamendemen UUD 1945, Pemilu selalu digelar di bulan April.
Rakyat memilih calon Anggota DPR, DPD, dan DPRD di Pemilu 2004, Pemilu 2009, Pemilu 2014, dan Pemilu 2019, waktunya selalu sama dan tidak pernah bergeser, yaitu selalu di bulan April. Ketika Pemilu legislatif diselenggarakan bersamaan dengan Pemilu Presiden di tahun 2019, waktunya pun tetap bulan April.
Nah, agenda nasional yang sudah berjalan secara reguler itu harus dibaca sebagai ‘conventions of the constitution’ atau konvensi ketatanegaraan.
Konvensi ketatanegaraan merupakan salah satu dari tujuh sumber hukum tata negara (‘sources of the constitutional law’), selain nilai-nilai konstitusi yang tidak tertulis, hukum dasar, peraturan tertulis, yurispudensi, doktrin, dan hukum internasional.
Konvensi juga bisa dimaknai sebagai ‘rules of political practice’ atau norma yang timbul dalam praktik politik yang bersifat mengikat bagi penyelenggara negara.
Dalam praktik penyelenggaraan negara, konvensi dimasukan dalam pengertian konstitusi dalam arti luas. Meskipun tidak didasarkan pada aturan tertulis, konvensi mempunyai ‘constitutional meaningful’ atau dinilai penting secara konstitusional.
Oleh sebab itu, Kebiasaan ketatanegaraan atau kelaziman konstitusional terkait dengan jadwal Pemilu tidak boleh dengan gampang dikesampingkan. Sebab, konvensi merupakan salah satu instrumen yang dapat dipakai untuk menilai konstitusionalitas suatu persoalan.
Bahwa kemudian ada wacana untuk memajukan atau memundurkan waktu pemungutan suara karena ada persoalan pilkada serentak, misalnya, maka pengubahan waktu penyelenggaraan Pemilu 2024 juga menjadi tidak tepat jika hanya dikompromikan secara eksklusif oleh KPU, Bawaslu, DPR, dan Kemendagri.
Parpol di Indonesia tidak hanya terbatas pada sembilan parpol yang ada di Senayan. Masih ada puluhan parpol berbadan hukum lain yang juga punya hak konstitusional yang sama untuk menjadi calon Peserta Pemilu 2024, termasuk mengusung calon kepala daerah di Pilkada Serentak 2024.
Oleh sebab itu, dalam rangka mewujudkan asas keadilan Pemilu sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945, semua parpol tersebut perlu dimintai pendapat dan dipertimbangkan usulannya mengenai jadwal Pemilu dan Pilkada Serentak 2024. Untuk kepentingan tersebut saya megusulkan digelar Rembuk Nasional.
Said Salahudin,
Sekretaris Jenderal
Dewan Pimpinan Nasional
Partai Keadilan dan Persatuan (PKP)