Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi XI DPR, Wihadi Wiyanto, menyoroti video viral Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karyawan pabrik rokok raksasa PT Gudang Garam Tbk (GGRM).
Wihadi mengatakan, jika terjadi PHK, perseroan sebesar Gudang Garam harus tetap memperhatikan hak-hak buruh dan memberi kesempatan bila ada perbaikan.
“Kita ingin perusahaan tetap memperhatikan nasib buruh. Apabila nanti ada kenaikan dalam penjualan rokok, PT Gudang Garam bisa merekrut mereka kembali,” kata Wihadi dilansir dari rm.id, Selasa (9/9/2025).
Sebagai informasi, dalam video yang beredar di media sosial (medsos) dikabarkan adanya PHK massal di pabrik rokok PT Gudang Garam, Tuban, Jawa Timur (Jatim).
Video berdurasi 1 menit 17 detik itu memperlihatkan puluhan karyawan berjabat tangan penuh haru saat perpisahan.
Sejumlah pegawai tampak mengenakan kemeja dengan bordiran logo khas Gudang Garam di saku kemeja. Hingga kini, pihak Gudang Garam belum memberikan pernyataan resmi terkait kabar PHK tersebut.
Menurut Wihadi, salah satu persoalan yang menyebabkan PHK di industri rokok adalah maraknya rokok ilegal. Persoalan ini diseriusi dengan pembentukan Satgas Pemberantasan Rokok Ilegal.
“Satgas sudah bekerja sehingga ada tren perbaikan. Keberadaan rokok ilegal sudah tidak bebas seperti dulu,” ujar politikus Gerindra ini.
Sebelumnya Wihadi juga mengatakan, upaya pemerintah melalui pembentukan Satgas Rokok Ilegal menjadi langkah awal yang harus dikawal untuk penindakan peningkatan rokok ilegal.
“Memang peredaran rokok ilegal ini mengganggu penerimaan negara dan juga di samping itu menggerogoti pabrik-pabrik rokok yang mereka patuh dalam membayar cukai. Kami mendorong Satgas Rokok Ilegal untuk bisa bekerja secepatnya, agar kontribusi terhadap penerimaan negara akan segera meningkat,” kata Wihadi.
Data Bea Cukai menunjukkan, jumlah rokok ilegal yang berhasil ditindak hingga Mei 2025 mencapai 285,81 juta batang. Angka ini merupakan peningkatan 32 persen dibandingkan pada 2024.
Menurut Wihadi, jumlah yang semakin besar ini menimbulkan urgensi untuk penindakan lebih lanjut, yang tidak cukup hanya di hilir, tetapi juga harus menyasar hulu dari pabrik kecil tak berizin hingga jaringan distribusinya, termasuk penjualan digital yang makin marak.
Penerimaan negara dari cukai hasil tembakau (CHT) juga harus menjadi pertimbangan yang serius. Pada 2024 lalu, jumlahnya mencapai Rp216 triliun. Belum lagi, kata Wihadi, penyerapan tenaga kerja masih cukup tinggi dalam ekosistem industri hasil tembakau (IHT) yang turut melibatkan pekerja hingga petani.
“Jika potensi kebocoran anggaran ini bertambah, maka bukan hanya keuangan negara yang dirugikan, tetapi juga industri legal dan pekerja yang terlibat di dalamnya,” kata Wihadi.
Wakil Ketua Badan Anggaran DPR ini menegaskan, pembentukan Satgas Rokok Ilegal harus melibatkan banyak pihak. Mulai dari pihak kepolisian dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dari sisi pengamanan dan penindakan di lapangan, pemerintah daerah sebagai salah satu pengawas produksi area rokok ilegal di daerah.
Berbagai lembaga negara seperti Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) dalam rangka pemberantasan penjualan online rokok ilegal, serta masyarakat, melalui edukasi dan pelaporan partisipatif.
“Kalau rokok ilegal terus dibiarkan, pengusaha legal yang taat aturan akan terpukul, dan itu berdampak pada tenaga kerja juga. Kami akan terus mengawal kebijakan pengawasan cukai agar optimal, berkeadilan, dan berpihak pada industri yang patuh hukum serta masyarakat yang terlindungi,” kata legislator asal dapil Jawa Timur ini.