Jakarta, JurnalBabel.com – Guru besar ilmu hukum Universitas Al Azhar Indonesia, Profesor Suparji Ahmad, menyebut pelimpahan berkas perkara Firli Bahuri, Ketua KPK non aktif ke Kejaksaan Tinggi DKI tidak menggugurkan praperadilan yang diajukan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
“Hal ini sebagaimana disebutkan dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 102/PUU-XIII/2015 terkait hakikat praperadilan dan semangat yang terkadung dalam Pasal 82 ayat 1 huruf D KUHAP,” kata Suparji dalam keterangan tertulisnya, Senin (18/12/2023).
Suparji menjelaskan dalam putusan itu disebutkan bahwa hakikat dari perkara permohonan praperadilan adalah untuk menguji suatu kasus. Misalnya, penyidik atau penuntut umum tak menjalankan tugas sesuai wewenang.
Praperadilan, kata Suparji, merupakan perlindungan hak asasi manusia dari tersangka. Sehingga tidak adil apabila ada permohonan praperadilan yang pemeriksaanya sedang berlangsung dinyatakan gugur, hanya karena perkara telah dilimpahkan pengadilan negeri.
“Padahal ketika perkara permohonan praperadilan sedang berjalan, hanya diperlukan waktu paling lama tujuh hari untuk dijatuhkan putusan terhadap perkara permohonan praperadilan tersebut,” sebut Suparji.
Suparji mengatakan ketentuan Pasal 82 ayat 1 huruf D KUHAP dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum. Supaya tidak terjadi dualisme hasil pemeriksaan.
“Yaitu antara pemeriksaan yang sah dilakukan oleh penyidik dan penuntut umum dengan pemeriksaan yang diduga adanya tindak pidana yang dilakukan oleh pemohon sehingga diajukan pra peradilan,” ujar Suparji.
Menurut Suparji, praperadilan gugur ketika suatu perkara telah dimulai sidang pertama. Sebab, kata dia, Mahkamah membedakan antara perkara praperadilan dengan perkara pokok yang diperiksa pada saat setelah sidang pertama dibuka.
Pada hakikatnya, kata Suparji, tidak boleh satu perkara pidana yang diperiksa secara bersamaan. Yakni diperiksa di praperadilan, sekaligus juga diperiksa pada saat setelah sidang pertama.
“Apabila sidang pertama dimulai maka permohonan pra peradilan menjadi gugur. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 102/PUU-XIII/2015 tersebut bersifat erga omnes, yakni berlaku sebagai undang-undang,” tutur Suparji.
Karena itu, Suparji menegaskan pelimpahan berkas perkara tahap satu kasus dari penyidik ke Kejaksaan Tinggi Jakarta, tidak menyebabkan gugurnya praperadilan. Lalu hakim praperadilan dapat mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukan Firli Bahuri untuk membatalkan penetapan tersangka oleh penyidik.
(Bie)