JurnalBabel.com – Anggota Komisi IX DPR, Ashabul Kahfi, bersama Badan Gizi Nasional (BGN) menggelar sosialisasi Program Makan Bergizi Gratis dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan anak, di Van Sky Cafe, Makassar, Sabtu (15/2/2025).
Ashabul Kahfi menekankan bahwa program ini bukan sekadar kebijakan sosial, tetapi strategi nasional dalam menekan angka stunting dan meningkatkan kualitas pendidikan.
Selain Ashabul Kahfi, kegiatan ini menghadirkan Muhammad Rizal (Direktur Promosi dan Kerja Sama Badan Gizi Nasional) dan Hadisaputra (Dosen Unismuh Makassar) sebagai narasumber.
Mereka sepakat bahwa intervensi gizi melalui pemberian makanan gratis bagi anak sekolah akan membawa dampak jangka panjang terhadap kesejahteraan masyarakat.
Menurut Ashabul Kahfi, program ini dirancang agar anak-anak mendapatkan asupan nutrisi yang cukup, sehingga mampu meningkatkan konsentrasi belajar dan mencegah putus sekolah.
“Kami ingin memastikan bahwa setiap anak Indonesia dapat mengakses makanan bergizi tanpa terkendala ekonomi. Ini bukan hanya soal gizi, tetapi juga soal masa depan bangsa,” kata Ashabul Kahfi.
Sementara itu, Muhammad Rizal dari Badan Gizi Nasional menekankan komitmen Presiden Prabowo Subianto dalam memastikan semua anak bangsa merasakan Makan Bergizi Gratis.
“Jika sebelumnya Pemerintah baru mengalokasikan anggaran program ini sebesar 71 triliun, saat ini Pemerintah kembali menambah 100 triliun untuk menyasar hingga lebih dari 80 juta penerima manfaat,” ungkap Rizal.
Ia mendorong kolaborasi antara pemerintah, dan masyarakat dalam memastikan keberhasilan program ini.
“Sinergi berbagai pihak sangat diperlukan agar program ini dapat berjalan berkelanjutan. Selain itu, pemanfaatan bahan pangan lokal akan turut mendorong kesejahteraan petani dan nelayan,” katanya.
Pelajaran dari Negara Lain
Dalam paparannya, Dosen Unismuh Makassar Hadisaputra, menggarisbawahi pengalaman beberapa negara yang telah lebih dulu menerapkan program serupa.
Ethiopia, misalnya, berhasil menekan angka stunting dan meningkatkan angka partisipasi sekolah melalui kebijakan makan gratis di sekolah. Namun, tantangan utama yang dihadapi adalah keterbatasan infrastruktur dan distribusi bahan pangan ke daerah-daerah terpencil.
Ghana juga menjadi contoh menarik, di mana program makan gratis terbukti meningkatkan pertumbuhan fisik anak-anak, terutama dalam hal tinggi badan. Namun, negara ini menghadapi tantangan dalam hal mekanisme pembayaran kepada penyedia makanan, yang kerap mengalami keterlambatan.
“Jika Indonesia ingin menerapkan kebijakan ini secara nasional, maka mekanisme keuangan harus dirancang stabil agar tidak terjadi kendala administrasi yang memperlambat implementasi,” tambah Hadi.
Sementara itu, lanjutnya, Norwegia menawarkan pendekatan berbeda dengan menjadikan program ini sebagai hak universal, di mana semua siswa mendapatkan makanan bergizi tanpa memandang status ekonomi. Model ini efektif menghilangkan stigma sosial bagi siswa yang menerima bantuan makanan.
“Program di Indonesia, seperti dijalankan di Norwegia, berlaku untuk semua, tanpa memandang status sosial ekonomi” katanya.
Pentingnya menghindari stigma tersebut, kata Hadi, jangan sampai membuat Indonesia bisa mengalami kendala seperti di Inggris. “Di sana Makan Bergizi Gratis hanya ditujukan untuk pelajar berstatus sosial ekonomi miskin, efeknya banyak siswa yang tidak memanfaatkannya, karena menghindari stigma,” katanya.
Di Swedia, program makan gratis telah menjadi bagian dari sistem kesejahteraan sosial sejak 1946. Namun, tantangan utama yang dihadapi adalah ekspektasi masyarakat terhadap kualitas makanan yang diberikan di sekolah. Banyak yang menganggap makanan sekolah sebagai “makanan kelas dua” dibandingkan makanan rumahan.
“Kualitas makanan harus dijaga, baik dari segi gizi maupun cita rasa. Jika anak-anak tidak menyukainya, program ini bisa kehilangan efektivitasnya,” kata Hadi, staf pengajar Prodi Pendidikan Sosiologi Unismuh Makassar.
Para peserta sosialisasi, menyambut baik inisiatif ini. Mereka berharap program ini dapat berjalan dengan efektif dan merata. Ashabul Kahfi menegaskan bahwa DPR RI akan terus mengawal kebijakan ini agar berjalan dengan baik dan sesuai target.