Jakarta, JurnalBabel.com – Pakar hukum pidana, Suparji Achmad, menyatakan putusan sidang kasus dugaan korupsi persetujuan ekspor minyak sawit mentah dan produk turunannya, termasuk minyak goreng, belum memenuhi rasa keadilan di masyarakat.
“Saya berharap jaksa penuntut umum untuk mengajukan banding karena belum memenuhi rasa keadilan sosial di masyarakat,” kata Suparji, Kamis (5/1/2022).
Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (4/1/2022), menjatuhkan hukuman kepada para terdakwa kasus minyak goreng lebih rendah dari tuntutan jaksa, dengan pertimbangan karena kerugian negara tidak terbukti dalam persidangan. Para terdakwa di vonis 1 sampai 3 tahun penjara. Sementara tuntutan Jaksa 7 sampai 12 tahun penjara.
Suparji menghormati putusan tersebut. Namun ia mengatakan vonis tersebut perlu dikritisi agar ke depan tidak ada praktek yang dapat merugikan perekonomian nasional.
“Hukumannya kok tiga tahun bagi pejabat negara, bagi swastanya hanya satu tahunan,” sesalnya Suparji.
Suparji menilai putusan hakim adalah yang terbaik sebagai bentuk sarana penyelenggara negara hukum. Meski demikian, ia mengibaratkan putusan tersebut kepada para terdakwa dikenakan Pasal 3 tetapi dihukum dengan Pasal 5 tentang suap yang divonis dibawah lima tahun.
“Ini jadi sangat ironis. Dinyatakan terbukti melanggar Pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi tentang penyalahgunaan wewenang, menimbulkan kerugian negara dan perekonomian negara, tapi hukumannya yang ringan sebagaimana diatur Pasal 5 tentang suap,” jelasnya.
Menurut Suparji, putusan ini tidak sebanding dengan apa yang telah terjadi di masyarakat saat minyak goreng hilang di pasaran, harus berdesak-desakan, mengantre berjam-jam, tetapi pada sisi lain diduga ada pengusaha yang bisa menjual CPO ke luar negeri mendapat untung besar, memperkaya diri, dan diduga atas bantuan oknum pejabat.
“Jadi harus melakukan upaya banding untuk mendapatkan keadilan sosial yang lebih tinggi,” tegasnya.
Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Al Azhar Indonesia ini berharap lewat sarana banding, hakim di tingkat banding bisa menghukum berat kasus minyak goreng tersebut, sehingga terpenuhi rasa keadilan sosial di masyarakat.
“Mudah-mudahan hakim pengadilan banding menyatakan bersalah dan bisa memberikan hukuman maksimal 20 tahun atau seumur hidup,” harap Suparji.
(Bie)