Jakarta, JurnalBabel.com – Guru besar ilmu hukum Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI), Profesor Suparji Ahmad, menilai wacana penempatan Polri di bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) berpotensi memunculkan politisasi.
“Kalau persoalannya sekarang ada semacam politisasi Polri, potensi politisasi akan lebih tinggi kalau di Kemendagri seandainya menterinya dari partai politik, sehingga menjadi risiko. Malah bahaya,” kata Suparji, Senin (2/12/2024).
Selain itu, menurutnya, apabila Polri berada di bawah Kemendagri, maka akan mempersempit kewenangan fungsi.
“Karena kan menjadi inspektoral kementerian saja. Sementara yang dilayani Polri kan secara keseluruhan,” ungkapnya.
Ia mengatakan, apabila hal yang dipermasalahkan soal subyektivitas oknum polisi pada masa Pilkada, hal yang seharusnya dibenahi pengawasan dan bukan soal penempatan kepolisian.
“Bukan soal di bawah presiden ataupun Kemendagri, tetapi lebih bagaimana para pejabat menempatkan polisi tadi itu sebagai alat negara secara keseluruhan,” ujarnya.
Oleh karena itu, ia berpendapat wacana penempatan Polri di bawah Kemendagri bukanlah usulan yang tepat.
“Menurut saya, usulan tadi adalah lagu lama yang kembali diputar, tapi kemudian syairnya itu adalah syair yang kemudian tidak memiliki argumentasi secara filosofis maupun sosiologis yang tepat, prosedural, dan substansial,” katanya.
Diketahui, gagasan penempatan Polri di bawah TNI atau Kemendagri disampaikan oleh Politisi PDIP Deddy Yevri Sitorus dalam konferensi pers pada Kamis (28/11/2024).
Ia mengatakan pihaknya mempertimbangkan wacana tersebut agar tidak ada intervensi di dalam pemilu.