JURNALBABEL.COM– Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang didalamnya terdapat beragam suku bangsa, kepercayaan, seni dan budaya, agama, bahasa daerah dan sebagainya. Negara Indonesia juga merupakan negara yang menjunjung tinggi sikap toleransi. Semangat toleransi ini sudah melekat pada masyarakat Indonesia sejak zaman penjajahan untuk mempersatukan bangsa demi melawan penjajah.
Seiring berjalannya waktu, sebagian manusia saat ini lebih mementingkan diri sendiri sehingga sikap toleransi dari waktu ke waktu mulai memudar. Dengan banyaknya peristiwa yang menyudutkan nilai toleransi, Indonesia yang menjunjung tinggi semangat toleransi kini dipertanyakan.
Dalam konteks keprihatinan sosial ini, kurikulum pendidikan agama di Indonesia mendesak direvisi. Langkah ini bagian dari penyempurnaan guna implementasi substansi toleransi umat beragama demi keutuhan bangsa dan menyatukan hubungan manusia.
“Agama kita bukan untuk mengotak-kotakkan hubungan kemanusiaan atau merendahkan harkat manusia. Kami terus melakukan penyempurnaan kurikulum pendidikan agama sehingga substansi agama betul-betul sampai kepada anak didik,” kata Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin usai peluncuran buku Moderasi Beragama di Kantor Kementerian Agama, Jakarta, Selasa (8/9) dilansir Jurnalbabel.com dari harnas.
Menurut Menag Lukman, substansi toleransi dengan memberikan penghormatan terhadap perbedaan keimanan agama lain dengan tidak mereduksi atau menghilangkan keimanan keyakinan sendiri merupakan aspek krusial.
“Kita ingin agama yang kita anut terdapat poin kewajiban menghormati keyakinan orang lain. Cara pandang seperti ini yang perlu terus kita kembangkan,” tegas Lukman.
Upaya tersebut sekaligus merespon fanatisme berlebihan yang terjadi di Indonesia. Sebagai negara majemuk, fanatisme berlebihan terhadap satu agama sangat rentan memicu konflik.
“Ini tidak hanya berlaku untuk agama Islam, tapi agama lain seperti Kristen, Hindu, Katolik dan lain sebagainya,” kata dia.
Komaruddin Hidayat, Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, mengakui revisi kurikulum pendidikan agama memang perlu. Selain materi toleransi, revisi perlu diarahkan ke upaya pemajuan pendidikan. (Fth)