Jakarta, JurnalBabel.com – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkap ‘bisnis’ Surat Izin Praktik (SIP) dan Surat Tanda Registrasi (STR) dokter di Indonesia. Menurut Budi, bisnis itu bisa menghasilkan keuntungan hingga triliuan.
Anggota Komisi IX DPR, Irma Suryani Chaniago menilai,apa yang disebut Menkes mengungkap ‘bisnis’ Surat Izin Praktik (SIP) dan Surat Tanda Registrasi (STR) dokter di Indonesia bisa menghasilkan keuntungan hingga triliunan benar adanya.
Sebab itu, Irma mengusulkan nanti di RUU kesehatan STR dan SIP harus dikeluarkan oleh Pemerintah dengan melibatkan Kementerian kesehatan (Kemenkes), agar pertanggungjawabannya jelas dan sanksi bagi oknum menyalahgunakan juga akan dibuat jelas nanti di RUU kesehatan akan segera dibahas Komisi IX DPR.
“Untuk itu Lembaga selama ini memungut jasa itu harus dilakukan audit publik kemana saja larinya uang pungutan STR dan SIP itu selama ini,” kata Irm Suryani, Jumat (24/3/ 2023).
Irma bilang, Indonesia saat ini sedang darurat kebutuhan dokter maupun dokter spesialis oleh karena itu regulasi untuk memenuhi kebutuhan tersebut harus dipermudah namun tidak dimudahkan, artinya juga tidak boleh lulusan spesialisnya ‘abal abal’.
Kemudian, untuk para konsil-konsil juga tata kelolanya juga harus disederhanakan, jangan terlalu ortodok karena ini sudah bukan zamannya lagi bersikap seperti itu.
“Untuk memperbaiki hal tersebut maka fungsi IDI harus dikembalikan seperti organisasi profesi bertugas menaungi para dokter, memperjuangkan kesejahteraaannya, menjaga hak dan kewajibannya serta melindungi anggotanya,” ujar politikus NasDem ini.
Terkait dokter lulusan luar negeri, menurut Irma juga harus dibuat regulasi memungkinkan mereka untuk mengabdi di tanah air, tidak boleh dipersulit.
Disamping itu juga, Irma menambahkan Komisi XI dan Kemenkes akan bersinergi untuk membuat RUU Kesehatan ini bermaslahat tidak saja untuk para dokter tetapi juga untuk para pasien. Terlebih, jika dokter bijak dan pasiennya juga pintar, tidak boleh lagi ada dokter hobbynya ‘merekomendasikan untuk operasi’ jika masih bisa diusahakan dengan obat dan terapi. Juga tidak boleh para dokter jualan obat (kasih obat banyak). Jika ini dilakukan dengan benar maka tidak ada lagi masyarakat pergi berobat ke luar negeri.
“Jangan tiap berobat disuruh cek darah lengkap! Cukup cek darah sesuai dibutuhkan saja, kecuali memang dibutuhkan untuk itu, begitu juga dengan alat alat medis mahal lainnya, jika tidak butuh ya jangn dilakukan karena akan membuat biaya berobat jadi sangat mahal,” tegas legislator dapil Sumsel II ini.
Sebelumnya, Menkes Budi menyebut, dalam setahun sebanyak 77.000 STR diterbitkan. Sementara besaran biaya untuk penerbitan STR berkisar Rp6 juta per orang.
“Ya aku kan bankir 77.000 kali Rp6 juta kan Rp430 miliar. Oh pantes ribut, Rp400 miliar setahun,” kata Budi.
STR merupakan dokumen atau bukti tertulis yang menunjukkan dokter telah mendaftarkan diri dan sudah memenuhi persyaratan yang ditetapkan serta telah diregistrasi pada Konsil Kedokteran Indonesia (KKI).
Sementara SIP merupakan bukti tertulis yang secara sah diberikan oleh pemerintah daerah kepada Tenaga Kesehatan (Nakes) sebagai tanda telah diberi kewenangan untuk menjalankan praktik.
Untuk memperoleh STR, kata Budi, seorang peserta didik kedokteran membutuhkan 250 Satuan Kredit Partisipasi (SKP) yang dapat diperoleh dengan mengikuti kegiatan tertentu, salah satunya seminar.
Sekali penyelenggaraan seminar, kata Budi, rata-rata memperoleh empat SKP dengan biaya berkisar Rp1 juta per peserta.
“Jadi, kalau ada 250 SKP per tahun, menjadi Rp62 juta, dikali 140.000 jumlah dokter, itu kan Rp1 triliun lebih. Pantas ramai,” katanya.
Budi mengatakan, besaran biaya itu harus ditanggung dokter untuk menebus kelulusan.
“Kasihan dokternya, karena mereka harus membayar. Kalau dokternya enggak bayar, nanti dibayarin orang lain, dan obat jadi mahal karena sales and marketing expances jadi naik. Menderita juga rakyatnya,” katanya.
(Bie)