Jakarta, JurnalBabel.com – Badan Legislasi (Baleg) DPR tengah membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT). UU ini sempat mandek selama 16 tahun atau sejak UU ini disuarakan pada 2004 lalu. Kemarin, 17 Juni 2020, RUU PPRT kembali dibahas oleh Baleg DPR di ruang sidang Baleg, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Regulasi yang mengatur hak pekerja rumah tangga tersebut sudah dijadikan prioritas pembahasan DPR sepanjang 2010 hingga 2014. Namun pada masa kerja DPR 2014-2019, RUU tersebut tidak dibahas lagi. Pada tahun ini, RUU tersebut kembali dibahas oleh DPR serta masuk dalam program legislasi nasional prioritas 2020 yang diharapkan pembahasannya akan rampung pada periode ini.
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyambut baik RUU tersebut. Adanya regulasi yang mengatur perlindungan PRT, menurut PKS, sangat penting dalam mewujudkan keadilan sosial.
Anggota Baleg DPR dari Fraksi PKS, Amin Ak, mengatakan selama ini PRT kerap dianggap sebagai kalangan bawah yang kurang mendapat perhatian serius. Padahal, PRT juga manusia yang mempunyai hak dengan warga negara pads umumnya. Terlebih soal kemanusiaan menjadikan kehadiran profesi PRT tak boleh dipalingkan dari nilai keseteraan sesama manusia.
“Manusia itu kan lahir dengan derajat yang setara terhadap hak asasi manusia. Kemuliaan yang sama, karena kemuliaan kan bukan ditentukan oleh status jabatan atau nasab,” kata Amin.
Amin mengatakan profesi PRT tak boleh dipandang dengan sebelah mata karena sejatinya profesi mereka turut melengkapi kebutuhan hidup antar sesama mahkluk sosial. Sebab itu, Amin menuturkan, berbagai hak hidup seperti pendidikan, kebutuhan sandang, pangan, dan papan serta penghasilan yang layak harus diterpenuhi.
Dalam rapat Baleg kemarin, Amin mengkritisi isi RUU PPRT yang mengatur spesialisasi pekerjaan. Rencananya, PRT akan mendapat bidang masing-masing dalam pekerjaan rumah tangga, seperti memasak, membersihkan kebun, membersihkan pakaian, dan pekerjaan lain dalam rumah tangga.
Setiap PRT hanya boleh mengerjakan satu bidang pekerjaan tersebut dan tak diperkenankan merangkap pekerjaan lain. Menurut Amin, pengelompokan tersebut akan berdampak pada kesanggupan tuan rumah memenuhi hak PRT. Pasalnya, tidak semua tuan rumah atau majikan sanggup memenuhi kebutuhan beberapa PRT yang bekerja sesuai spesialisasinya.
Selama ini pekerjaan PRT cenderung merangkap beberapa bidang meski tak semua kewajiban dalam rumah tangga harus ia kerjakan. Mesti ada beberapa orang yang akan mengerjakan setiap pekerjaan dalam rumah tangga.
“Kita perlu berapa PRT itu? Untuk mengerjakan sendiri (misal) taman, kebun, nyetrika sendiri, masak sendiri. Bisa empat orang,” jelasnya. Aturan tersebut menurut Amin akan sangat memberatkan terutama bagi keluarga yang baru memulai rumah tangganya.
Anggota Komisi VI DPR ini menuturkan, fraksinya tak setuju dengan pengelompokan tersebut dan meminta kewajiban PRT dilaksanakan sesuai norma yang biasa berlaku di masyarakat. Namun, pemenuhan berbagai hak-hak PRT tadi tentunya juga harus dijalankan oleh tuan rumah.
“Bagaimana nanti kalau ini (RUU PPRT) Menjadi UU, tapi kenyataannya di lapangan masih banyak keluarga Indonesia yang belum siap?” ujar Amin mempertanyakan.
Mengenai pembahasan RUU PPRT ini, Baleg DPR juga mendapat masukan dari Kongres Wanita Indonesia (Kowani). Ketua Umum Kowani, Giwo Rubianto Wiyogo mendesak agar Rancangan Undang-undang (RUU) Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) segera disahkan menjadi Undang-undang (UU).
Belum adanya aturan mengenai perlindungan PRT tersebut, katanya, membuat PRT kerap kali mendapatkan perlakuan yang tidak sepantasnya atau dilecehkan. Padahal, kata Giwo, pekerjaan rumah tangga merupakan pekerjaan mulia yang menjadi bagian integral pembangunan bangsa.
Tanpa adanya aturan tersebut, lanjut Giwo, perjuangan kaum perempuan tidaklah efektif.
“Kami berharap RUU tersebut segera disahkan karena ini merupakan wujud dan implementasi dari Pancasila. PRT wajib mendapatkan perlakuan yang layak. Adanya aturan ini merupakan bentuk peran aktif dan proaktif pemerintah terhadap kepedulian perlindungan dan harkat PRT. Perlindungan hukum harus disegerakan, oleh karena itu disahkannya RUU ini mutlak mendesak untuk direalisasikan,” katanya dalam rapat Baleg kemarin. (Bie)
Editor: Bobby