Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi III DPR, Supriansa, mengapresiasi kinerja Jaksa Agung ST Burhanuddin beserta jajarannya yang mencoba menyelidiki kasus dugaan korupsi proyek pengadaan setelit slot orbit 123 bujur timur periode 2015-2016 milik Kementerian Pertahanan (Kemhan).
Padahal, kata Supriansa, kasus sebesar Rp 515,2 miliar tersebut potensi gesekannya luar biasa kecemasannya.
Setelah mempelajari kasus tersebut, Supriansa berpandangan Kejagung seharusnya tidak mempunyai kendala dalam mengungkap kasus di Kementerian yang saat ini dipimpin oleh Prabowo Subianto.
“Menurut pandangan saya setelah mencoba melihat ini, tentu Jaksa Agung dan seluruh jajarannya dengan keilmuan yang dimilikinya dan strateginya, semestinya tidak memiliki kendala,” kata Supriansa dalam rapat kerja Komisi III DPR dengan Jaksa Agung di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (17/1/2022).
Disatu sisi, politisi Partai Golkar ini tidak menutup mata bahwa butuh kehati-hatian, kemandirian, kecerdasan yang lebih hebat, dalam mengungkap dugaan korupsi proyek ini.
“Jajaran bapak (Jaksa Agung ST Burhanuddin) perlu dikuatkan dalam mengungkap kasus ini,” ujarnya.
Diketahui, Kejagung telah memeriksa 11 orang saksi terkait dugaan korupsi pengadaan satelit pada Kemhan tahun 2015-2016. Negara mengalami kerugian Rp500 miliar dalam kasus ini.
Kasus ini bermula pada 19 Januari 2015 saat Satelit Garuda-1 keluar orbit dari Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur. Hal ini membuat terjadinya kekosongan pengelolaan oleh Indonesia.
Merujuk pada peraturan International Telecommunication Union (ITU) yang ada di bawah PBB, negara yang telah mendapat hak pengelolaan akan diberi waktu tiga tahun untuk kembali mengisi slot itu. Jika tak dipenuhi maka slot dapat digunakan negara lain.
Di Indonesia, slot ini dikelola oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika. Namun Kementerian Pertahanan kemudian meminta hak pengelolaan ini dengan alasan pembangunan Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan).
Untuk mengisi slot itu, mereka menyewa Satelit Artemis yang merupakan satelit sementara pengisi orbit (floater) milik Avanti Communication Limited (Avanti).
Dari sini masalah mulai muncul. Kemenhan membuat kontrak dengan Avanti, Kemenhan belum memiliki anggaran untuk keperluan tersebut. Kontrak dengan Avanti diteken pada 6 Desember 2015, padahal persetujuan di Kominfo untuk pengelolaan slot orbit 123 baru keluar 29 Januari 2016.
Lebih parah, kontrak Satelit orbit 123 tak hanya dilakukan dengan Avanti. Untuk membangun Satkomhan, Kemenhan juga menandatangani kontrak dengan Navajo, Airbus, Hogan Lovel, dan Telesat dalam kurun waktu 2015-2016. (Bie)