Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi VI DPR Fraksi PKS, Amin Ak, mendesak Menteri Perdagangan membatalkan Permendag (Peraturan Menteri Perdagangan) Nomor 20 tahun 2021 yang mengatur kebijakan impor minuman alkohol.
Amin sepakat dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) bahwa kebijakan untuk menaikkan jumlah impor Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) merugikan anak bangsa dan pendapatan negara.
“Meskipun kebijakan tersebut ditujukan bagi wisatawan asing, namun aturan itu berlaku umum. Dengan pengawasan oleh pemerintah yang sangat lemah, sangat potensial minuman yang mengandung etil alkohol beredar secara ilegal di masyarakat umum,” tegas Amin dalam keterangan tertulisnya, Senin (8/11/2021
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi melonggarkan aturan minuman alkohol impor. Beleid itu dituangkan dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 tahun 2021 tentang kebijakan dan pengaturan impor.
Peraturan tersebut mengubah Permendag Nomor 20 Tahun 2014 terkait impor MMEA dari batas maksimal 1000ml menjadi 2250ml.
Ia pun merujuk sejumlah penelitian yang dilakukan beberapa perguruan tinggi.
Hasil penelitian Universitas Tanjungpura Pontianak menyebutkan, peredaran minuman beralkohol illegal marak terjadi Kota Pontianak di warung-warung pinggir jalan, di hotel-hotel, Tempat Hiburan Malam (THM), dan gudang para pedagang minuman beralkohol yang tidak berizin.
Demikian juga hasil penelitian Fakultas Hukum Universitas Negeri Gorontalo yang menyebut tidak berjalan efektifnya pengawasan dan pengendalian peredaran Minol di Kota Gorontalo.
Kajian yang sama juga ditunjukkan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) terkait pengawasan peredaran Minol di Kota Kudus, Jawa Tengah.
Hasil kajian di dua kota tersebut menunjukkan, kebiasaan mengkonsumsi Minol berdampak negatif dalam konteks sosial, ekonomi dan terutama kesehatan masyarakat.
Kajian dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia juga mengungkapkan, mengkonsumsi Minol berdampak buruk bagi kesehatan hati, otak, jantung, dan bisa memicu kerusakan organ tubuh lainnya.
Minol berdampak gangguan jiwa dan juga kerusakan otak dan demensia secara dini akibat penyalahgunaan alkohol. Banyak kasus pikun terjadi pada usia muda akibat ada degenerasi saraf otak yang disebabkan oleh alkohol.
Wakil Rakyat dari Dapil Jatim IV itu juga mengutip hasil kajian Guru Besar Mahidol University Thailand, Montarat Thavorncharoensap pada 2009 yang mengungkapkan potensi kerugian ekonomi akibat minuman beralkohol (minol) mencapai Rp256 triliun per tahun.
“Dengan sejumlah fakta yang merugikan bagi kehidupan sosial, ekonomi, dan kesehatan masyarakat tersebut, mengapa pemerintah mengeluarkan kebijakan semacam itu,” tanya Amin.
(Bie)