Oleh: Azmi Syahputra
Dosen Hukum Pidana Universitas Bung Karno Jakarta
Sebagaimana diketahui sidang pada Selasa (16/3/2021), pengacara Habib Rizieq Syihab melakukan walkout dari pengadilan negeri Jakarta Timur. Untuk itu perlu diletakkan secara jelas pengaturan persidangan ini yang di atur dalam KUHAP dan di masa Covid ini, meskipun Mahkamah Agung telah mengeluarkan Perma Nomor 4 Tahun 2020 tanggal 25 September 2020.
Perlu diketahui tujuan hukum acara pidana (KUHAP) yang bukan semata memuat ketentuan tata cara dari satu proses pidana, namun KUHAP juga memuat hak dan kewajiban dari para pihak yang ada dalam suatu proses pidana.
Jelas sebenarnya mengacu pada pasal 152 KUHAP ayat (2) adalah hakim memerintahkan pada penuntut umum untuk memanggil terdakwa untuk datang di sidang pengadilan dan hakim memimpin pemeriksaan di sidang pengadilan yang dilakukan secara lisan yang dimengerti oleh terdakwa (vide pasal 153 ayat 2) bila tidak terpenuhinya ketentuan ini, maka mengakibatkan batalnya putusan demi hukum (Pasal 153 ayat 4 KUHAP).
Sejatinya sidang pengadilan adalah tempat terpenting bagi terdakwa untuk pembelaan diri, sebab disanalah terdakwa dengan bebas dapat mengemukakan segala sesuatu yang dibutuhkan bagi pembelaaan. Agar pemeriksaan dapat berimbang dan mencapai hasil yang tidak menyimpang dari yang sebenarnya harus dijauhkan dari rasa takut. Ini sesuai dengan prinsip bahwa keterangan terdakwa harus diberikan bebas di semua tingkat pemeriksaan.
Jika dikaitkan dengan Perma Nomor 4 tahun 2020 tentang administrasi dan persidangan pidana di pengadilan secara elektronik yang dalam konsiderannya huruf c dalam perkara terkendala tertentu, pengadilan tetap harus menghormati hak asasi manusia. Sehingga harus dipastikan terdakwa harus dapat melakukan pembelaan yang optimal dan dipastikan tidak ada hal-hal yang terabaikan ataupun kendala masalah tehnis online yang mencederai hak-hak terdakwa dan perlindungan terhadap kepentingan hukum seorang terdakwa.
Jika memperhatikan dalam pasal 2 Perma ini diatur bahwa selain hakim atau jaksa, penasihat hukum juga dapat mengajukan permintaan agar sidang dihadiri terdakwa dan penasihat hukum pada ruangan sidang pengadilan. Inilah yang menjadi dasar bagi pengacara Habib Rizieq untuk meminta agar terdakwa dihadirkan dalam sidang.
Pasal 2 Perma ini memberikan ruang keseimbangan dan semestinya perlu kesepahaman bersama terlebih dahulu dari para pihak. Baik hakim, jaksa penuntut umum dan penasihat hukum untuk menentukan apakah persidangan dilaksanakan diruang sidang pengadilan atau persidangan secara elektronik. Norma atas klausula ini yang belum selesai, sehingga terjadilah perbedaan pandangan dan sikap antara pengacara dan hakim atas sidang Habib Rizieq di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
Selain itu dalam praktik persidangan di era covid, ada juga terdakwa yang diperiksa dengan kehadiran di persidangan langsung. Ini ada double standard dan tentu mencederai rasa keadilan. Justru bila dalam praktiknya Perma ini dapat menimbulkan ketidakpastian. Karenanya menjadi penting untuk dilihat secara objektif bahwa sidang online tidaklah bersifat absolut.