Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi VI DPR Amin Ak meminta pemerintah tidak gegabah dalam menjalankan skema pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) 23 Tahun 2020. Prinsip kehati-hatian, transparansi, dan good governance wajib dijalankan karena sudah berulangkali pemerintah terperosok ke lubang yang sama khususnya dalam pemberian dana talangan dan penyertaan modal negara (PMN) ke sejumlah BUMN.
“Skema semacam itu sudah sering dilakukan dan triliunan uang negara digelontorkan, namun hasilnya tidak jelas bahkan ada indikasi moral hazard yang dilakukan oknum pengelola BUMN,“ kata Amin Ak dalam keterangan tertulisnya, Rabu (13/5/2020).
Lebih lanjut Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR ini meminta pemerintah terbuka dan siap diuji publik mengenai skema PEN tersebut. Sesuai dengan PP 23 tahun 2020, khususnya pasal 3, bahwa implementasi PEN harus menerapkan kaidah-kaidah kebijakan yang penuh kehati-hatian, serta-tata kelola yang baik, transparan, akseleratif, adil, dan akuntabel sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Pasal 3 juga menegaskan bahwa PEN tidak menimbulkan moral hazard, dan adanya pembagian biaya dan risiko antar pemangku kepentingan sesuai tugas dan kewenangan masing-masing.
“Pemerintah sudah menetapkan skema PEN tanpa melibatkan DPR sebelumnya. Bagaimana kami tahu akuntabilitas dari setiap alokasi dana tersebut tanpa mengetahui asbabun nuzulnya, dana PMN dan talangan itu penggunaannya untuk apa saja? Kami berhak dan berkewajiban untuk mengawasi pelaksanaannya,” ujar Kapoksi VI DPR RI dari Fraksi PKS itu.
Amin Ak mengingatkan agar pemerintah sungguh-sungguh menghitung secara cermat alokasi PMN dan dana talangan karena menggunakan uang rakyat. Terlebih, berdasarkan pengalaman sebelumnya, banyak BUMN tetap berkinerja buruk meski sudah diguyur PMN hingga triliunan rupiah.
Merujuk pada dokumen Menteri Keuangan terkait skema PEN ini, sejumlah BUMN mendapat PMN, masing-masing adalah PLN Rp5 triliun, Hutama Karya Rp11 triliun, BPUI Rp6,27 triliun, PNM Rp2,5 triliun, dan ITDC Rp500 miliar. Adapun talangan modal kerja ditujukan ke Garuda Indonesia sebesar Rp8,5 triliun, PTPN Rp4 triliun, Krakatau Steel Rp3 triliun, PT KAI Rp3,5 triliun, Bulog Rp13 triliun, dan Perumnas Rp650 miliar.
Legislator dari daerah pemilihan Jawa Timur juga meminta kalkulasi pemberian talangan untuk BUMN yang sahamnya tidak sepenuhnya (100%) dimiliki oleh negara. Bagaimana dengan perlakuan terhadap pemegang saham swasta atau publik?
Amin meminta pemerintah memberikan indikator kunci yang bisa menjadi alasan kuat mengapa dana PMN kembali diberikan pada BUMN yang sebelumnya sudah memperolehnya. Misalnya saja PT KAI yang kembali akan dikucuri PMN padahal dua tahun lalu sudah mendapat PMN Rp3 triliun. Juga PT Krakatau Steel telah diguyur PMN Rp1,5 triliun, PTPN juga telah dikucuri PMN Rp3,5 triliun beberapa tahun lalu.
“Bagaimana dengan pertanggungjawaban publik dari PMN sebelumnya? Saya minta agar alokasi dana talangan maupun PMN ini diuji ke publik agar DPR bisa mengawasi bersama dengan indikator kinerja yang jelas sehingga uang rakyat tidak menguap begitu saja. Jika pengelola BUMN kinerjanya buruk atau bahkan ada indikasi moral hazard, maka sebaiknya jangan dulu diberi dana talangan atau PMN hingga good governance betul-betul dijalankan,” pungkasnya. (Bie)
Editor: Bobby