Jakarta, JurnalBabel.com – Ahli hukum pidana Suparji Achmad menyatakan pencopotan Ronny F Sompie dari jabatannya sebagai Dirjen Imigrasi Kemenkumham oleh Menkumham Yasonna Laoly penuh misteri dan tanda tanya.
Pasalnya, lanjut Suparji, alasan pencopotan tersebut untuk mencegah konflik kepentingan agar memudahkan penyelidikan keterlambatan informasi kepulangan buron kasus korupsi penetapan anggota DPR terpilih dari PDI-P oleh KPK yakni Harun Masiku, belum tentu dapat mengungkap fakta yang sebenarnya terjadi dalam kasus tersebut.
“Pencopotan tersebut merupakan pertimbangan yang ideal dengan harapan fakta yang sebenarnya dapat terungkap sebagaimana mestinya. Namun demikian, langkah tersebut menyisakan misteri. Mengapa untuk mencegah terjadinya konflik kepentingan harus dilakukan dengan pencopotan? Apakah dengan tetap berada pada posisi tersebut akan tereduksi kebenaran atau fakta yang ada?,” kata Suparji mempertanyakan di Jakarta, Rabu (29/1/2020).
Lebih lanjut Suparji menilai bahwa dengan pencopotan tersebut menimbulkan spekulasi opini adanya disharmoni di Kemenkumham dalam kasus Harun Masiku. Bahkan Suparji meminta Ronny F Sompie setelah dicopot dari jabatannya berani menyampaikan kesaksian yang benar ketika diperiksa oleh tim independen bentukan Menkumham Yasonna Laoly.
Ketua Program Studi Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas Al Azhar Indonesia ini juga berharap tim independen atau tim gabungan diharapkan bekerja secara profesional dan independen dalam mengungkap kebenaran informasi.
Suparji juga berpandangan bahwa seharusnya seorang pejabat harus ada kriteria yang jelas untuk dicopot dari jabatannya. Atasan atau pejabat dalam mencopot bawahannya harus dengan pertimbangan yang obyektif dan rasional, bukan secara subyektif sektoral.
Artinya, kata Suparji, hal ini sebuah preseden bahwa seorang pejabat dicopot dari jabatannya atas nama pencegahan konflik kepentingan. Meski sesungguhnya diduga karena lebih banyak faktor kurang efektifnya koordinasi yang berdampak adanya disparitas informasi.
“Pola pencopotan semacam ini akan menjadi preseden tidak baik di masa yang akan datang,” pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Yasonna H. Laoly mencopot Direktur Jenderal Imigrasi Kemenkumham Ronny F. Sompie, Selasa (28/1/2020) kemarin. Lewat surat perintah nomor M.HH.KP.04. 02-13, politikus PDIP itu lantas menunjuk Inspektur Jenderal Kemenkumham Jhoni Ginting sebagai pengganti berstatus Pelaksana Harian (Plh).
Pencopotan ini berkaitan dengan gagalnya Imigrasi melacak lalu lintas Harun Masiku, eks caleg PDIP tersangka suap Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Harun diduga memberi uang Rp400 juta ke Wahyu agar diloloskan sebagai anggota dewan lewat mekanisme pergantian antar waktu (PAW).
Saat KPK mengumumkan empat tersangka suap pada 9 Januari lalu, hanya Harun yang tak tampak batang hidungnya. Ia belum tertangkap, bahkan hingga saat ini.
Menurut Imigrasi, Harun ada di Singapura pada 6 Januari 2020 atau dua hari sebelum Wahyu di-OTT. Keterangan ini yang jadi pegangan KPK, juga Yasonna yang pada 16 Januari lalu ngotot mengatakan Harun “pokoknya belum di Indonesia.” Namun keterangan ini diralat pada 22 Januari: Imigrasi, lewat Ronny, mengatakan Harun sudah kembali ke Jakarta sejak 7 Januari “dengan pesawat Batik.”
Saat itu Imigrasi beralasan ada masalah teknis yang membuat kepulangan Harun dari Singapura telat diketahui. Pada 24 Januari lalu, Ronny menegaskan kembali bahwa ia dan bawahannya “tidak melakukan kebohongan, tidak merekayasa data.” Namun Yasonna tidak terima alasan ini, dan karenanya Ronny dicopot.
Baginya pencopotan Ronny juga berguna agar tim independen–terdiri dari Cyber Crime Polri, Kemkominfo, BSSN, sampai Ombudsman–yang mencari tahu kenapa Imigrasi telat melacak lalu lintas Harun Masiku bisa bekerja dengan baik dan tidak diintervensi. (Bie)
Editor: Bobby