Jakarta, JurnalBabel.com – Putusan Majelis Hakim Bengkalis terkait kasus pemilikan Narkoba yang dituduhkan kepada lima Terdakwa SR, RZ, IR, SD dan MA dinilai sangat janggal. Diketahui dalam kasus tersebut Tiga inisial pertama dihukum Hukuman mati dan dua nama terakhir di vonis 17 tahun penjara.
Kuasa hukum kelima terdakwa menilai jika putusan tersebut telah menyalahi aturan dan menciderai proses hukum karena tidak disertai adanya dua alat bukti yang valid dan sah, Atas hal tersebut mereka akan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
“Atas putusan tersebut kami berencana mengajukan Kasasi,” ujar pengacara terdakwa Achmad Taufan Soedirjo di Jakarta, Jumat (27/12/2019)
Dia menjelaskan selain akan mengakukan kasasi pihaknya juga akan melaporkan hakim serta Jaksa di PN Bengkalis kepada Komisi Yudisial. Sebab dalam beberapa kali persidangan pihaknya meminta bukti dan saksi namun tak juga dihadirkan di persidangan.
“Alat bukti dan saksi yang kami minta tak pernah dihadirkan oleh Jaksa,” tegasnya.
Taufan pun menceritakan perkara temuan 37 kilogram sabu-sabu yang kemudian menyeret lima kliennya itu memberikan sejumlah catatan. Pertama adalah proses penggeledahan kapal yang disaksikan terdakwa Rozali, Iwan, Uda, izam, muhammad rival polairut dan suhairi tidak ditemukan barang bukti narkoba atau apapun.
Penggeledahan yang disaksikan oleh terdakwa Rozali, Iwan, uda, izam,muhammad rival polairut dan suhairi tidak ditemukan barang bukti narkoba. Kemudian setelah tidak ditemukan barang bukti, rozali,iwan,uda dipersilakan membeli minyak karena kapal yang digeledah kehabisan bahan bakar di laut. Seketika mereka kembali disekitar kapal sudah ramai oleh warga dan polisi dan dikatakan oleh warga ditemukan narkoba didalam kapal.
“Kemudian ketika mereka diizinkan pergi, tiba-tiba saat mau kembali membawa minyak dilokasi sekitar kapal sudah ramai polisi dan warga yang ceritanya telah ditemukan barang bukti sebanyak itu. Padahal kapal sudah digeledah dan kapal tersebut berukuran tidak besar sehingga sangat jelas bahwa pada saat digeledah tidak ditemukan barang berupa narkoba tersebutdigeledah ,” ujarnya.
Selanjutnya, Taufan juga menyebut penolakan JPU untuk menghadirkan sejumlah saksi kunci juga menjadi catatan penting. Dia menjelaskan, ada dua saksi kunci yakni SP dan SH, yang disebut-sebut sebagai saksi penemu barang haram itu.
“Saksi kunci tidak dihadirkan ke muka persidangan serta tidak dihadirkannya saksi verbal lisan seluruhnya melainkan hanya satu saksi si pemeriksa terdakwa atas nama Suci Ramadianto,” lanjutnya.
Taufan juga menyinggung adanya nama Iwan, yang disebut JPU sebagai pemesan narkoba itu. Nama Iwan juga tercantum dalam berkas dakwaan dan tuntutan. JPU menyatakan Iwan adalah narapidana yang mendekam di balik jeruji Lapas Raja Basa, Lampung. Akan tetapi, jaksa tidak pernah bisa memenuhi permintaan agar Iwan dihadirkan ke sidang.
“Ketika secara tegas kita meminta Iwan hadir, jaksa menjawab ‘entah si Iwan ini manusia ataupun hantu’. Begitu banyak kejanggalan sesuai fakta persidangan yang kita uraikan dalam di publik ini,” jelasnya.
Ratho Priyasa menambahkan “ bahwa semenjak ditingkat penyelidikan sampai dengan Putusan Pengadilan Tinggi Riau atas nama 5 (lima) orang Klien kami tersebut sangat nyata terlihat dan terjadi pelanggaran hukum terhadap para Terdakwa khususnya pelanggaran terhadap hukum acara pidana, antara lain namun tidak terbatas pada: 1. Tidak adanya alat bukti
2. Proses pembuatan Berita Acara Pemeriksaan ditingkat Penyidikan penuh intimidasi.
3. Seluruh saksi adalah anggota Polri (testimoni de auditu)
4. Tidak dihadirkannya saksi fakta (kunci)
5. Pengabaian terhadap hak Terdakwa dan Penasehat Hukum
6. Putusan Majelis Hakim Perkara pada Pengadilan Negeri Bengkalis tidak memenuhi sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti.
7. Putusan Pengadilan Tinggi Riau hanya menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Bengkalis tanpa memuat pertimbangan hukum yang memadai. Majelis Hakim tidak memberikan alasan mengapa suatu fakta hukum tertentu digunakan sebagai pertimbangan. (Bie)
Editor: Bobby