Jakarta, JURNALBABEL – Anggota Komisi II DPR RI Firman Soebagyo menyatakan tengah mencari solusi yang ideal, agar penerapan Ex Officio dengan Wali Kota Batam sebagai Kepala BP Batam bisa dipertimbangkan kembali.
Mengingat, penetapan tersebut tidak sesuai dengan asas pemerintahan yang baik dalam penyelenggaraan keuangan negara dan daerah. serta tidak pas juga dengan penerapan contoh terbaik dalam pengelolaan keuangan negara.
“Prinsipnya itu begini, DPR RI dapat aduan dan keberatan dari masyarakat terkait rencana rangkap jabatan tersebut. Dan setelah dilihat dasar hukumnya, jelas-jelas bahwa banyak aturan-aturan yang ditabrak,” kata Firman saat dihubungi, Kamis (14/2/2019).
Oleh karena itu, tambahnya, sepertinya ada ketidakpahaman dari pejabat yang berangkutan (Wali Kota,red). Mengingat, Undang-Undang yang dimaksudkan itu, tidak hanya satu saja. Akan tetapi ada beberapa.
Diantaranya, Undang-Undang (UU) Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan daerah, dimana dalam paragraf 4 tertulis dengan jelas adanya larangan Kepala Daerah untuk rangkap jabatan.
Serta, UU Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang terlihat ada kecendrungan yang dilanggar.
“Apakah Wali Kota dapat menjadi pengguna anggaran di BP Batam? Padahal dalam UU tersebut, tidak bisa menjadi pengguna anggaran di daerah. Sementara pengguna anggaran di daerah itu sendiri adalah SKPD bukan Wali Kota. Dan hal ini menimbulkan kerancuan, ketika Wali Kota Batam menjadi Ex Officio Kepala BP Batam dalam hal Pengolahan Keuangan Negara,”tegasnya.
Kemudian, Peraturan Pemerintah (PP) 23/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanaan Umum (BLU). Disana tertulis dengan jelas, pejabat pengelola BLU dan pegawai BLU dapat terdiri dari pegawai negeri sipil dan atau profesional.
Sementara Wali Kota adalah pejabat politik, yang pada umumnya berbasis kepada Partai. “Dan jika ini terjadi dan sampai pejabat partai merangkap jabatan yang terkait pengolahan Keuangan negara maka akan memunculkan efek Abuse of Power,” tegasnya.
Politisi Partai Golkar ini juga mengaku pihaknya masih berusaha untuk melakukan pembahasan lebih detail dan lanjut terhadap pemangku kebijakan, sekaligus meminta Ombudsman Republik Indonesia untuk mengambil sikap.
“Saya juga sudah membaca apa yang sudah tulis oleh Tempo beberapa waktu lalu. Itu yang saya khawatirkan juga. Bahwa ada efek Abuse of Power dari ini semua. Dan ini terbilang sangat bahaya,” tambahnya.
“Ia pun menegaskan bahwa dirinya tidak melihat saat ini tengah berkuasa artai politik mana. Akan tetapi, untuk kepentingan tata kelola atau sistem ketatanegaraan yang baik, tidak boleh ‘menabrak-nabrak’ seperti itu.
“Ini kan bahaya sekali. Untuk itu, kita harus meluruskan hal-hal yang bngkok-bengkok. Walaupun kami sebagai partai pendukung pemerintah, tapi kami tidak serta merta mau menjerumuskan,” tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, kebijakan pemerintah pusat yang akan meleburkan Badan Pengusahaan (BP) Batam ke Pemko Batam, masih menuai pro-kontra. Apalagi, rencana Walikota Batam akan memegang kendali BP Batam kelak dengan jabatan ex-officio. (Joy)
Editor: Bobby