Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi III DPR Rahmat Muhajirin menyatakan pemerintah tidak perlu menghidupkan kembali tim pemburu koruptor. Pasalnya, institusi penegak hukum di Indonesia sudah lengkap. Belum lagi punya duta besar di berbagai negara.
“Saya kira dengan aparat penegak hukum yang sudah ada, dengan sistem pemerintahan kita, sistem politik kita bebas aktif, ada wakil di Dubes Konsul. Kemudian ada anggota PBB, Interpol. Saya kira enggak perlu tim itu dibentuk kalau seandainya semua berjalan sesuai koridornya,” kata Rahmat Muhajirin saat dihubungi, Selasa (14/7/2020).
Lebih lanjut anggota badan legislasi DPR ini mengatakan apabila semua elemen penyelenggara negara berjalan sesuai koridor aturan yang berlaku, maka kasus-kasus koruptor menjadi buronan bertahun-tahun tidak akan terjadi.
“Hilangnya Harun Masiku, masuknya Djoko Tjandra tidak akan terjadi kalau semua elemen negara kita berjalan dengan bagus,” ungkapnya.
“Tidak perlu tim tim seperti ini karena bicara soal korona kepolisian kita punya alat yang canggih. Pernah sekolah di luar negeri, anggota interpol, tinggal kemauan kita aja,” sambungnya.
Politisi Partai Gerindra ini mempertanyakan apa fungsi tim ini bila dihidupkan.
“Apa fungsi tim ini? Untuk kordinasi. Saya katakan tidak perlu tim ini kalau Kejaksaan, Kepolisian, KPK, itu di komando Menkopolhukam. Nanti yang jalan dari Kepolisian juga, Kejaksaan dan pemerintah juga Menkumham dan Menlu juga,” ujarnya.
Legislator dari daerah pemilihan Jawa Timur ini sebenarnya tidak mempermasalahkan pemerintah hidupkan tim ini. Namun ia mengingatkan terjadi tumpang tindih bahkan lebih sulit di implementasi dan pengawasan.
“Artinya dia jaringan baru, sekarang kita sudah punya kok, perlu apa? Seperti Menkumham sampaikan kemarin bahwa koruptor lari sekian tahun tanpa bentuk tim beliau datang kesana bisa itu nyatanya. Makanya tergantung kemauan. Itu tidak apa inpres cuma izin saja,” jelasnya mengakhiri.
Sudah Ketinggalan Kereta
Anggota Komisi III DPR Hinca Panjaitan mengkritik pembentukan Tim Pemburu Koruptor (TPK) yang digulirkan Menko Polhukam Mahfud MD. Hinca berujar tim pemburu tersebut sudah ketinggalan kereta. Pasalnya, target buruan terpidana kasus hak tagih Bank Bali Joko Tjandra sudah melenggang ke luar negeri usai dirinya mondar-mandir di Jakarta.
“Mahfud ngomong begitu kan setelah kasus Joko Tjandra. Jadi setelah kebakaran baru dicarinya pemadam. Padahal udah kebakar semua, udah hilang itu,” kata Hinca saat dihubungi terpisah.
Hinca mengatakan pembentukan TPK tak diperlukan mengingat tugas menangkap koruptor sudah ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK, kata Hinca, juga harus mengencangkan sabuk agar perburuan para buronan bisa ditangkap, bukan malah saling melempar kasus seperti yang terjadi antara Dirjen Imigrasi Kemenkumham dengan Polri saat berkunjung di kantor Menkopolhukam.
Kedua instansi pemerintah itu tak mampu menjelaskan lebih detail mengapa Joko yang sudah buron selama 11 tahun itu bisa masuk ke Indonesia tanpa terdeteksi sedikit pun oleh imigrasi. Fakta tersebut tak menghapus anggapan publik bahwa pemerintah sudah kecolongan oleh ‘tikus’ yang sudah tua dan semestinya mampu dibasmi.
Untuk itu, Hinca lebih memilih KPK yang beraksi menangani kasus Joko Tjandra. Hal itu juga untuk menghindari terjadinya tumpang tindih tugas oleh Tim Pemburu Koruptor. “Saya lebih suka KPK yang di depan, sangar KPK ini. Bukan Tim Pemburu Koruptor,” kata politikus Partai Demokrat ini.
Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan akan mengaktifkan kembali Tim Pemburu Koruptor (TPK) usai lembaganya mengantongi Instruksi Presiden (Inpres).
Pembentukan TPK bertujuan untuk menggalakkan kembali perburuan koruptor yang sering melarikan diri keluar negeri, seperti terpidana kasus cassie (hak tagih) Bank Bali, Djoko Sugiarto Tjandra.
“Cantelannya itu adalah Inpres, maka sekarang Inpres tentang tim pemburu aset, pemburu tersangka, terpidana koruptor dan tindak pidana lain, sudah ada ditangan Kemenko Polhukam, sehingga secepatnya nanti akan segera dibentuk tim itu,” kata Mahfud, dikutip dari siaran pers Kemenko Polhukam, Selasa (14/7/2020).
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini mengatakan pihaknya tetap akan menampung aspisasi masyarakat. Selain itu, kerja sama antar instansi pemerintah juga akan ditingkatkan.
‘Ini memang perlu kerja bareng tidak boleh saling berebutan, tidak boleh saling sabot, tetapi berprestasi pada posisi tugas masing-masing lembaga atau aparat yang oleh undang-undang ditugaskan untuk melakukan itu,” ujarnya.
Beberapa instansi yang akan dilibatkan dalam pembentukan dan kerja TPK ini adalah Kejaksaan Agung, Polri, Kementerian Hukum dan Ham, Kementerian Dalam Negeri dan kementerian teknis lain yang terkait.
Pemberantasan korupsi merupakan tanggungjawab Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Meski Kemenko Polhukam diberi tugas memburu sejumlah koruptor, Mahfud menegaskan tim pemburu ini akan bekerja secara selektif tanpa menggangu kerja KPK
“KPK adalah lembaga tersendiri, yang diburu oleh KPK tentu nanti dikordinasikan tersendiri, karena bagaimanapun KPK itu adalah lembaga khusus dibidang korupsi yang mungkin sudah memiliki langkah sendiri. Akan kami kordinasikan,” pungkasnya. (Bie)
Editor: Bobby