Jakarta, JurnalBabel.com – Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja (UU CK) mengancam kedaulatan negara, khususnya dalam pengelolaan industri strategis nasional. Hasil kajian pada naskah UU CK versi 812 halaman yang disahkan dalam Rapat Paripurna DPR, 5 Oktober 2020 lalu, setidaknya ada dua industri strategis nasional yang terancam.
Pertama adalah Industri Penerbangan. UU CK mengubah Pasal 237 pada UU No.1 tahun 2009 tentang Penerbangan, dimana sebelumnya dinyatakan Pengusahaan Bandar Udara dilakukan oleh Badan Usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya harus dimiliki oleh Badan Hukum Indonesia atau Warga Negara Indonesia.
Di UU CK, pasal tersebut diubah menjadi Pengembangan Usaha Bandar Udara dilakukan melalui penanaman modal sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal.
“Frasa yang dihilangkan adalah frasa yang menyatakan bahwa mayoritas saham badan usaha harus dimiliki negara,” ungkap anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Amin Ak dalam keterangan tertulisnya, Selasa (20/10/2020).
Penghilangan frasa tersebut berdampak pada berlakunya mekanisme pasar dalam pengusahaan bandar udara. Dengan kata lain peran Negara menjadi jauh berkurang, dan terbuka peluang usaha bandar udara dimiliki asing.
Saat ini saja, kata Amin, ketika bandar udara dikuasai negara lewat BUMN, muncul kasus tentang masuknya pekerja asing secara massif dan berbagai persoalan keimigrasian. Apalagi bila bandar udara dikelola swasta atau bahkan asing.
“Padahal bandar udara adalah aset strategis nasional yang menjadi pintu masuk bagi orang asing kedalam negeri. Perubahan ketentuan ini sangat berbahaya bagi kedaulatan Negara,” jelas politisi PKS ini.
Kedua, Industri Pertahanan. UU CK mengubah dua UU strategis terkait Pemodalan dalam Industri Pertahanan dan Keamanan Nasional, yaitu UU No.16 tahun 2012 tentang Industri Pertahanan, dan UU No.25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
Di UU Industri Pertahanan, ketentuan tentang kepemilikan modal atas industri alat utama yang seluruhnya milik Negara, dan industri alat penunjang serta komponen pendukung yang merupakan milik BUMN dengan saham mayoritas dimiliki Negara, diubah oleh UU Cipta Kerja, dengan memperbolehkan perusahaan swasta memiliki industri alat utama pertahanan Negara.
Swasta disini bisa lokal dan asing, tidak ada ketentuan yang membatasi kepemilikan asing di UU ini baik pada komponen alat utama, penunjang dan pendukung.
Demikian juga di UU Penanaman Modal, yang sebelumnya ada ketentuan yang menutup bagi penanam modal asing di Industri senjata, alat peledak dan peralatan perang (pasal 12 ayat 2), kini diubah oleh UU OBL CK Kerja pasal 77 tentang perubahan UU Penanaman Modal. Terbuka peluang pemodal swasta termasuk asing, di industri peralatan perang Negara.
“Ini sangat berbahaya bagi kedaulatan negara, karena ada potensi kekuatan diluar institusi militer negara yang akan sulit dikendalikan Negara, akibat dibebaskannya pemodalan di industri pertahanan dan peralatan perang,” pungkas anggota komisi VI DPR ini.
(Bie)