Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi X DPR, Martina, menilai tidak ada urgensinya Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 75 Tahun 2021 tentang Statuta Universitas Indonesia (UI) sebagai pengganti PP Nomor 68 Tahun 2013 tentang Statuta UI yang merubah aturan rangkap jabatan Rektor UI.
Apalagi kata Martina, perubahan statuta UI ini menimbulkan kontroversi karena perubahan terjadi karena sebelumnya mencuat nama Rektor UI Ari Kuncoro rangkap jabatan sebagai Wakil Komisaris Utama Bank BRI dikritik oleh berbagai kalangan.
“Apa urgensinya pemerintah harus langsung mengeluarkan PP untuk merubah statuta UI? Ini kan jadi pertanyaan besar di masyarakat. Ini justru lebih banyak negatifnya dibanding positifnya,” kata Martina, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (22/7/2021).
Ari Kuncoro diketahui saat ini sudah mundur sebagai Wakil Komisaris Utama Bank BRI. Martina berpandangan bahaya jika dunia pendidikan di campur adukan dengan politik. Dampaknya adalah ketidakpercayaan masyarakat baik akademisi maupun kelompok sosial lainnya terhadap dunia pendidikan di Indonesia.
“Bagaimana jadinya seorang Rektor di Universitas ternama merangkap jabatan, yang jelas-jelas dalam aturan tersebut dilarang. Ini kan jadi buah simalakama buat identitas Rektor itu sendiri,” ujarnya.
“Seorang pemimpin dalam lembaga pengajaran, tapi tidak bisa mencontohkan dengan dirinya sendiri,” tambahnya.
Politisi Partai Gerindra ini pun menyarankan pemerintah harusnya lebih sense terhadap isu-isu seperti ini. Apalagi ditambah kondisi bangsa kita yang sedang berjuang melawan Covid-19.
“Mudah-mudahan kedepan setiap keputusan yang dilakukan pemerintah lebih diperhatikan lagi, agar tidak ada keputusan yang bertentangan dengan aturan-aturan yang ada.
Anggaran dasar perguruan tinggi atau statuta di Universitas Indonesia mengalami perubahan lewat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 75 Tahun 2021 tentang Statuta Universitas Indonesia (UI).
Imbasnya Rektor UI Prof Ari Kuncoro tidak lagi melanggar aturan rangkap jabatan sebagai komisaris di BUMN Bank Rakyat Indonesia (BRI). Sebelum PP 75/2021 ditetapkan dan diundangkan pada 2 Juli 2021, muncul polemik rangkap jabatan.
Rangkap jabatan Rektor UI dianggap melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2013 tentang Statuta UI. Namun, statuta UI tahun 2013 itu telah direvisi.
Sebelumnya dalam Pasal 35 Huruf c PP 68/2013 menyebutkan rektor dan wakil rektor dilarang merangkap jabatan sebagai pejabat pada badan usaha milik negara/daerah maupun swasta. Larangan dengan tegas menyebut pejabat berarti semua jabatan.
Kini larangan rangkap jabatan diubah hanya untuk direksi sebagaimana Pasal 39 Huruf c PP 75/2021 bahwa rektor dan wakil rektor, sekretaris universitas, dan kepala badan dilarang merangkap sebagai sebagai direksi pada badan usaha milik negara/daerah maupun swasta. Dengan demikian, mereka bisa menjabat komisaris.
Berikutnya Pasal 39 Huruf a dan b PP 75/2021 menyebut rektor, wakil rektor, sekretaris, dan kepala badan dilarang rangkap jabatan sebagai pejabat struktural pada perguruan tinggi lain, baik yang diselenggarakan pemerintah maupun masyarakat dan pejabat struktural pada instansi pemerintah pusat maupun daerah. Maksud dari pejabat struktural mengacu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2Ol4 tentang Aparatur Sipil Negara.
Dengan demikian, para pejabat UI tersebut bisa rangkap jabatan non-struktural di perguruan tinggi lain dan instansi pemerintah pusat/daerah.
(Bie)