Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi IX DPR, Wenny Haryanto, menyatakan adanya temuan vaksin Covid-19 kadaluarsa di sejumlah daerah bukan hanya terjadi di Indonesia, namun memang menjadi persoalan di semua negara.
“Keadaan akan adanya beberapa vaksin kadaluarsa atau rusak sampai sejumlah 10%, ini tentunya merupakan suatu resiko yang tidak dapat dihindari dan harus sudah diperhitungkan sebelumnya,” kata Wenny Haryanto dalam keterangan tertulisnya, Minggu (21/11/2021).
Wenny pun sangat menyayangkan jika kemudian jumlah vaksin yang kadaluarsa atau rusak ini melebihi ambang batas wajar yang dapat diterima.
“Sehingga untuk itu perlu ditinjau atau diperiksa kembali secara seksama apa yang menyebabkan hal ini bisa terjadi, dan bagaimana memperbaikinya,” ujarnya.
Politisi Partai Golkar ini memberikan beberapa masukan atau saran atas masalah tersebut.
Pertama, perlu dilihat kembali apakah proses pendataan vaksinasi sudah dilakukan dengan baik dan benar? Bagaimana sistem pendataan dari sasaran penerima vaksin tersebut sudah mendekati kebutuhan yang sesungguhnya dan sesuai dengan kriteria penerima?
“Misalkan tidak ada data yang sasaran yang berulang atau sasaran yang tidak terdata/terlewat,” ungkapnya.
Kedua, apakah sistem pengaturan distribusi vaksin sudah benar dan sesuai dengan kebutuhan vaksin di tiap daerah?
Menurut Wenny, jangan sampai di satu daerah vaksin menumpuk sampai kadaluarsa, sementara di daerah lain masyarakat mengantri karena kurangnya pasokan vaksin.
“Apakah alur distribusi vaksin yang masuk lebih dahulu ke gudang penyimpanan juga dikeluarkan lebih dahulu dan tidak menumpuk sampai hampir habis masanya baru didistribusikan ke masyarakat, sehingga menyebabkan vaksin tersebut kadaluarsa sebelum sempat dipakai karena mendistribusikan vaksin juga memerlukan waktu,” jelasnya.
Ketiga, pelaksanaan percepatan vaksinasi. Ia mengapresiasi pemerintah daerah memakai sistem jemput bola ke rumah-rumah sasaran penerima vaksin di beberapa daerah dalam rangka mempercepat penyebaran vaksin serta percepatan pencapaian kekebalan kelompok dan menghindari adanya vaksin yang kadaluarsa sehingga menjadi terbuang.
Selain dari perlunya perbaikan sistem pendataan, perbaikan sistem distribusi, pelaksanaan percepatan vaksinasi, kata Wenny, ada hal penting yang perlu juga dibenahi yaitu mengenai mitos dan hoax mengenai penyakit, agama dan pengobatan yang sampai saat ini masih saja beredar di masyarakat.
Wenny mengatakan Pemerintah dapat melakukan pembenahan tersebut secara seimbang dengan model pendekatan komunikasi melalui berbagai platform media yang ada saat ini. Bisa melalui tokoh masyarakat, publik figure, media massa, sekolah dan media lainnya dan terutama melalui literasi digital secara massif dan terstruktur.
“Jadi harus seimbang dan sejalan antara kebijakan yang ada dengan perbaikan data, perbaikan sistem distribusi, pelaksanaan vaksin, pembenahan mitos dan hoax, juga pemberian informasi yang kredibel di masyarakat sehingga program vaksinasi ini dapat berjalan dengan baik,” pungkasnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyentil jajaran di bawahnya setelah mendapatkan laporan adanya vaksin COVID-19 yang kedaluwarsa di sejumlah daerah.
Sentilan Jokowi kepada para bawahannya itu diungkapkan oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Senin (15/11/2021). Dalam rapat terbatas, Presiden Jokowi, kata Budi, mengingatkan soal vaksin COVID-19 yang telah kedaluwarsa.
“Bapak Presiden juga menekankan tolong hati-hati dengan vaksin kedaluwarsa. Jadi beberapa provinsi yang laporannya sampai ke beliau seperti misalnya, Nusa Tenggara Timur (NTT) atau juga dari Jawa Tengah, Yogyakarta itu memang perlu diperhatikan agar vaksinasinya jangan sampai kedaluwarsa,” kata Budi.
Laporan vaksin kedaluwarsa itu di antaranya dari Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Kementerian Kesehatan membenarkan adanya laporan 4.000 dosis vaksin Astrazeneca yang kedaluwarsa pada akhir Oktober 2021 lalu di Kudus.
Di NTT sebanyak 5.000 dosis vaksin Astrazeneca juga dilaporkan kedaluwarsa. Kepala Dinas Kesehatan dan Pencatatan Sipil. Vaksin yang kedaluwarsa itu merupakan bagian dari 110.000 dosis vaksin yang dikirimkan oleh Kemenkes pada pertengahan Oktober 2021 dengan target stok vaksin itu bisa dihabiskan pada akhir Oktober 2021.
Sementara di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), vaksin yang hampir kedaluwarsa telah dikembalikan ke Kemenkes kemudian dialihkan ke daerah lain.
Menurut Kemenkes, sampai saat ini ada 276 juta dosis vaksin, dan 267 dosis di antaranya sudah didistribusikan ke kabupaten/kota dan provinsi. Sedangkan yang sudah dipakai ada 206 juta.
Namun target vaksinasi sendiri sebanyak 208 juta orang atau setidaknya membutuhkan 416 juta dosis vaksin untuk suntik pertama dan kedua.
Selain itu, kebutuhan lainnya untuk vaksin booster dengan asumsi sesuai target vaksin berarti 208 juta dosis. Belum lagi target vaksin anak sekitar 26 juta sasaran. Sehingga masih butuh hampir 200 juta dosis vaksin ke depannya.
Evaluasi Sudah Dilakukan
Juru Bicara Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan evaluasi terhadap adanya vaksin yang kedaluwarsa telah dilakukan. Kemenkes kata dia telah melakukan koordinasi dan meminta provinsi, kabupaten, kota untuk memastikan tanggal kedaluwarsa vaksin yang beredar di puskesmas maupun sentra vaksinasi.
Selain itu, Kemenkes, kata Nadia, telah meminta agar kabupaten/kota membuat strategi untuk segera meningkatkan laju penyuntikan vaksinasi. Termasuk memberikan wewenang kepada provinsi untuk melakukan distribusi ke kabupaten/kota.
“Itu sudah bisa dilakukan, sudah ada surat edaran,” ujar Nadia.
Nadia mengatakan sejauh ini, total vaksin yang telah didistribusikan dan masuk masa kedaluwarsa tak lebih dari 10 persen. Namun, kata dia, tak semua daerah melaporkan jika ada vaksin yang kedaluwarsa.
“Karena tidak semua provinsi dan kabupaten kota melaporkan. Saat ini kurang dari 5 persen [yang kedaluwarsa],” kata Nadia.
(Bie)