Jakarta, JurnalBabel.com – Ahli hukum pidana Suparji Achmad mengapresiasi pernyataan Menkopolhukam Mahfud MD bahwa pemerintah ingin mengaktifkan kembali tim pemburu koruptor (TPK). Sebab, hal itu sebagai bentuk kesungguhan pemerintah dalam memburu para koruptor, terutama asetnya.
“Ini menunjukan adanya political will pemerintah untuk berantas korupsi sampai akar-akarnya. Salah satunya di indikasikan dengan adanya perburuan terhadap koruptor terutama menyangkut aset-asetnya,” kata Suparji saat dihubungi, Selasa (14/7/2020).
Namun demikian Suparji mempertanyakan menghidupkan TPK. “Apakah kemudian lembaga resmi yang punya kompeten dalam memburu koruptor selama ini tidak efektif? seperti Kepolisian, Kejaksaan atau KPK, apakah mereka dianggap kurang berhasil? Apakah mereka memiliki beberapa kelemahan, sehingga perlu ada tim secara khusus untuk buru koruptor? Ini suatu persoalan yang menarik,” ujarnya mempertanyakan.
Ketua Program Studi Ilmu Hukum Pasca Sarjana Universitas Al Azhar Indonesia ini juga mempertanyakan mekanisme kerja tim ini. Seperti sejauh mana memburu orang yang terindikasi korupsi? Misalnya kasus Wahyu Setiawan mantan komisioner KPU dalam hal ini Harun Masiku. Apakah itu menjadi bagian yang diburu?
Menurutnya, banyak hal yang menjadi tantangan bagi tim pemburu koruptor ini. Antara lain apakah berhasil bersinergi dengan lembaga resmi berantas korupsi atau berhasil memburu orang yang dianggap memiliki kaitan dengan korupsi? Atau dengan membongkar indikasi korupsi yang belum tuntas. Misalnya Kasus Century, BLBI, EKTP.
Jadi Suparji meminta harus diperjelas bagaimana mekanismis ruang lingkup buru koruptor itu. Apakah yang sudah memiliki putusan inkhrah sehingga diburu karena melarikan diri. Atau ada orang diduga kaitan dengan korupsi, tapi melarikan diri. Atau kasus korupsi yang belum tuntas karena masih menyisakan berbagai misteri.
“Jadi inilah sebetulnya sesuatu yang perlu dipikirkan oleh pemerintah ketika membentuk tim ini. Sehingga kemudian tidak asal bentuk, tidak jelas urgensinya, arah dan tujuan yang terukur, karena ini akan menimbulkan birokrasi baru, mekanisme baru,” katanya.
Secara keseluruhan sebagai niat baik, Suparji mengapresiasinya. Tapi katanya harus dijawab niat tersebut dengan perbuatan nyata.
Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan akan mengaktifkan kembali Tim Pemburu Koruptor (TPK) usai lembaganya mengantongi Instruksi Presiden (Inpres).
Pembentukan TPK bertujuan untuk menggalakkan kembali perburuan koruptor yang sering melarikan diri keluar negeri, seperti terpidana kasus cassie (hak tagih) Bank Bali, Djoko Sugiarto Tjandra.
“Cantelannya itu adalah Inpres, maka sekarang Inpres tentang tim pemburu aset, pemburu tersangka, terpidana koruptor dan tindak pidana lain, sudah ada ditangan Kemenko Polhukam, sehingga secepatnya nanti akan segera dibentuk tim itu,” kata Mahfud, dikutip dari siaran pers Kemenko Polhukam, Selasa (14/7/2020).
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini mengatakan pihaknya tetap akan menampung aspisasi masyarakat. Selain itu, kerja sama antar instansi pemerintah juga akan ditingkatkan.
“Ini memang perlu kerja bareng tidak boleh saling berebutan, tidak boleh saling sabot, tetapi berprestasi pada posisi tugas masing-masing lembaga atau aparat yang oleh undang-undang ditugaskan untuk melakukan itu,” ujarnya.
Beberapa instansi yang akan dilibatkan dalam pembentukan dan kerja TPK ini adalah Kejaksaan Agung, Polri, Kementerian Hukum dan Ham, Kementerian Dalam Negeri dan kementerian teknis lain yang terkait.
Pemberantasan korupsi merupakan tanggungjawab Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Meski Kemenko Polhukam diberi tugas memburu sejumlah koruptor, Mahfud menegaskan tim pemburu ini akan bekerja secara selektif tanpa menggangu kerja KPK
“KPK adalah lembaga tersendiri, yang diburu oleh KPK tentu nanti dikordinasikan tersendiri, karena bagaimanapun KPK itu adalah lembaga khusus dibidang korupsi yang mungkin sudah memiliki langkah sendiri. Akan kami kordinasikan,” pungkasnya. (Bie)
Editor: Bobby