Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi I DPR, Sukamta, mendorong TVRI perlu memutar kembali film Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI) yang sempat tidak ditayangkan lagi.
Menurutnya, hal itu perlu dilakukan sebagai pengingat sejarah dimana tanggal 30 September diperingati setiap tahunnya sebagai upaya Kudeta pemerintahan Republik Indonesia yang dilakukan oleh PKI. Saat itu, PKI mencoba merongrong ideologi Pancasila.
“Peristiwa G30S/PKI merupakan sejarah kelam bangsa kita. Generasi sekarang dan yang akan datang tidak boleh lupa akan sejarah ini. Karenanya kami mendorong TVRI perlu memutar kembali film tersebut sebagai pengingat sejarah,” kata Sukamta dalam keterangan tertulisnya, Selasa (28/9/2021).
Wakil Ketua Fraksi PKS ini menegaskan komunisme menjadi ancaman bagi kedaulatan bangsa Indonesia. Hal tersebut merupakan amanat Undang-Undang Nomor 23 tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara (UU PSDN) Pasal 4 ayat (3) yang berbunyi ancaman terhadap bangsa dapat berwujud agresi, terorisme, komunisme, separatisme, pemberontakan bersenjata, dan seterusnya.
Sukamta juga menjelaskan beberapa hal dikhawatirkan dapat menghilangkan sejarah yang pahit tersebut dari memori bangsa. Di antaranya penghapusan kata ‘PKI’ dalam G-30S dari buku-buku pelajaran sejarah di sekolah. Sempat juga ada wacana penghapusan TAP MPRS No. XXV tahun 1966 tentang pelarangan ajaran komunisme, Marxisme, Leninisme.
Sukamta kembali menegaskan pihaknya bukan ingin membuka luka lama dan menimbulkan kebencian di tengah masyarakat, tapi hanya agar kita tidak lupa bahwa PKI dulu telah melakukan pembantaian terhadap rakyat Indonesia, khususnya kalangan agamawan.
Bahkan jenderal-jenderal kita juga menjadi sasaran penculikan dan pembunuhan dengan isu Dewan Jenderal. Namun upaya kudeta ini tidak berhasil. Pemerintah setelah peristiwa itu melakukan penumpasan terhadap PKI dengan melakukan penangkapan dan eksekusi terhadap para anggotanya.
“Mungkin saja kita bisa memaafkan sejarah kelam tersebut, tapi tentu tidak boleh melupakan, agar peristiwa serupa tidak terjadi pada masa datang,” tegasnya.
Lebih lanjut Sukamta mengungkapkan Indonesia juga bukan anti dengan negara komunis karena selama ini bekerja sama dengan negara-negara komunis. Yang anti adalah ajaran-ajaran komunis yang tidak berketuhanan merasuk ke dalam pikiran bangsa Indonesia.
Menurutnya, ajaran anti-tuhan tersebut jelas bertentangan dengan jati diri bangsa yang berketuhanan yang terkandung dalam Pancasila. Sebab itu, di tengah situasi kondisi bangsa dan geopolitiknya seperti sekarang, termasuk konstelasi di Laut China Selatan, kata Sukamta, kita tidak boleh lupa dengan peristiwa tersebut.
Terlebih sepertinya posisi Indonesia sekarang dinilainya mirip dengan saat terjadi G30S/PKI dulu. Saat itu Indonesia berada di tengah-tengah konstelasi blok Barat dan blok Timur. Rebutan pengaruh 2 blok tersebut antara demokrasi-liberalisme dan komunisme tergambar dalam G-30 S-PKI.
Sekarang pun mirip-mirip, posisi Indonesia secara geopolitik dan geostrategis berada di tengah pusaran konflik antara China dan AUKUS (Australia, United Kingdom, Amerika Serikat).
“Nah, dalam perspektif inilah kita merefleksikan perisitwa sejarah. Sekarang dengan adanya blok China dan blok AUKUS sedikit banyak berpotensi bisa meningkatkan manuver dan ketegangan di wilayah Indonesia. Tentu ini bisa menjadi ancaman bagi bangsa kita yang perlu diwaspadai,” kata doktor lulusan Inggris ini.
“Jadi kita bicara film G-30 S-PKI bukan hanya sekadar soal film, tapi juga karena melihat situasi kondisi terkini. Kita tidak ingin bangsa ini tercabik-cabik oleh 2 kekuatan besar tadi. Dan ini sangat perlu kita dorong agar semua tersadar, sehingga Pancasila akan tetap sakti dan persatuan bangsa akan tetap kokoh,” harap wakil rakyat dari Daerah Istimewa Yogyakarta ini.
(Bie)