Jakarta, JurnalBabel.com – Direktur Solusi dan Advokasi Institut (SA Institut), Suparji Achmad menyoroti penetapan tersangka S (34) yang menjadi korban begal di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat.
S ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus menewaskan dua begal di Jalan Raya Desa Ganti, Kecamatan Praya Timur, Minggu (10/4/2022) dini hari.
Suparji menyebutkan bahwa penetapan tersangka itu harus ditinjau ulang. Sebab, S merupakan korban dari tindak kejahatan yang sedang melakukan pembelaan diri.
Tindakan yang dilakukan memenuhi kualifikasi bela paksa sebagaimana diatur dalam Pasal 49 KUHP.
“Penetapan tersangka itu perlu ditinjau ulang, karena tersangka adalah orang yang sedang membela diri dari tindakan kriminal yang mengancam keselamatan nyawanya. Tentu hal ini sangat mengusik rasa keadilan masyarakat,” kata Suparji dalam keterangan persnya, Sabtu (16/4/2022).
Ia menegaskan bahwa Polisi dalam menghentikan kasus ini bisa menghentikan penyidikan, karena tidak cukup alat bukti bahwa Tersangka melakukan tindak pidana yang menewaskan dan melukai begal. Hal ini akan lebih produktif ketimbang menersangkakan korban.
“Bayangkan kalau orang yang sebenarnya korban, tapi malah duduk di kursi pesakitan. Bahkan pelaku sebenarnya, kabarnya dijadikan saksi. Maka sekali lagi penetapan tersangka ini perlu dikoreksi,” tuturnya.
Penyidik semestinya melihat kasus ini secara komprehensif, bukan dengan satu sisi tindak pidana saja. Karena apa yang dilakukan S ada penyebabnya, bukan tiba-tiba dia langsung melakukan penghilangan nyawa dan tidak ada maksud main hakim sendiri.Tetapi semata mata demi menyelamatkan diri.
“Pertanggungjawaban pidana harus memperhatikan adanya alasan pemaaf dan pembenar sebagai penghapus pidana. Jadi tidak perlu harus dibuktikan di pengadilan karena akan buang-buang waktu dan biaya,” ucap Suparji.
Kita, kata dia, tidak ingin mengulang kasus misalnya Baiq Nuril. Orang yang seharusnya diposisikan sebagai korban, malah dijadikan tahanan dan mendekam di dalam lembaga pemasyarakatan.
“Penyidik harus lebih bijak dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka. Terlebih dalam kasus ini, keluarga korban sudah memaafkan. Artinya ini bisa jadi pertimbangan dalam penetapan tersangka,” tuturnya.
Sebaliknya, kata ahli hukum pidana ini, S seharusnya patut mendapatkan apresiasi karena dengan berani memberantas begal yang jelas meresahkan masyarakat. Bahkan bila perlu mendapat penghargaan dari Polisi seperti kasus pembegalan di jembatan Summareccon, Bekasi. (Bie)