Jakarta, JurnalBabel.com – Komisi VIII DPR RI mengapresiasi Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 73 Tahun 2022 tentang Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan Kementerian Agama (Kemenag).
Pasalnya, Peraturan Menteri Agama Nomor 73 Tahun 2022 tentang Penanganan Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan Kementerian Agama ini diperlukan.
“Sebagai tarbiyah, atau pendidikan, maka hal ini perlu diapresiasi mengingat banyaknya pelecehan seksual dalam dunia pendidikan dewasa ini.Parahnya pelecehan seksual ini terjadi dalam pendidikan berbasis agama,” ujar Ketua Komisi VIII DPR Ashabul Kahfi, Senin (24/10/2022).
Ia meminta, agar aturan tersebut dapat tersosialisasi dengan baik sampai ke lembaga pendidikan keagamaan tingkat manapun di Indonesia.
“Sebagai langkah pencegahan, maka aturan ini sebaiknya tersosialisasi dengan baik sampai ke lembaga pendidikan keagamaan tingkat manapun,” jelas politisi Partai Amanat Nasional atau PAN ini.
Ashabul juga menambahkan, perlunya tindak lanjut atas peraturan tersebut. Hal ini, diperlukan agar peraturan itu jelas, terarah dan tak multitafsir.
“Harus ada tindak lanjut, atas peraturan tersebut agar semakin jelas, tearah, dan tidak ada multitafsir di kemudian hari,” pungkasnya.
Diketahui, Menteri Agama atau Menag Yaqut Cholil Qoumas menandatangani PMA No.73/ 2022 pada tanggal 5 Oktober 2022. PMA itu mengatur berbagai satuan pendidikan dari jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal yang meliputi madrasah, pesantren, dan satuan pendidikan keagamaan.
Di dalam PMA yang terdiri atas tujuh bab dan 20 pasal tersebut, terdapat 16 bentuk kekerasan seksual, termasuk ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan identitas gender.
Selain itu, dalam aturan tersebut disebutkan bahwa penyampaian ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang bernuansa seksual kepada korban juga dinyatakan sebagai bentuk kekerasan seksual. (Bie)