Jakarta, JurnalBabel.com – Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Azmi Syahputra, menyambut baik pencabutan Pasal 27 dan 28 dari Undang-Undang ITE. Pasalnya, hal itu berdampak positif bagi demokrasi dan hak ekspresi masyarakat.
“Terkait dicabutnya Pasal 27 dan 28 UU ITE sepanjang mengenai soal pencemaran nama baik dan penghinaan dalam UU ITE , ini adalah hal positif dalam kebebasan ekspresi masyarakat,” kata Azmi dalam keterangannya, Kamis (1/12/2022).
Namun, menurut Azmi, dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHP masih terdapat bab yang mengatur tindak pidana terhadap informatika dan elektronik, seperti Pasal 332 hingga Pasal 335, yang mengatur tindakan pidana dalam mengakses komputer atau merusak sistem elektronik orang lain.
“Yang mana ketentuan pidana UU ITE ini tidak lagi mengatur kategori penghinaan atau pencemaran nama baik,” jelasnya.
Dia menerangkan regulasi KUHP karakteristik dan sifatnya memerlukan keseimbangan kewajiban, hak dan tanggung jawab setiap warga negara dengan negara, sehingga terkait pencemaran nama baik dan fitnah ini perlu penyesuaian keadaan dalam upaya mendukung demokrasi, hak ekspresi masyarakat dan pemanfaatan kemajuan teknologi yang cerdas.
“Jadi Pasal 27 dan Pasal 28 ITE dicabut sepanjang terkait pencemaran nama baik dan fitnah karena sudah diatur dan telah dilakukan penyesuaian norma termasuk diatur pula syarat pembuktian kebenarannya terkait kategori perbuatan yang dapat dinyatakan sebagai penghinaan atau menyerang nama baik,” terangnya.
Lebih lanjut, dalam naskah RKUHP edisi November 2022, ketentuan pencemaran nama baik dan fitnah yang diatur dalam ITE, dialihkan pada bab XVII tentang pencemaran nama baik dan fitnah( Pasal 433 sampai dengan 437 RKUHP).
“Namun dalam naskah RKUHP ini dibuat ketentuan dan syarat di mana disebutkan bukanlah sebagai pencemaran nama baik jika itu untuk kepentingan umum dan terpaksa membela diri dengan mekanisme pembuktian kebenarannya ini akan diuji oleh hakim. (Pasal 437 ayat 3 dan Pasal 438 RKUHP),” papar Azmi.
“Jadi jelas mengacu pada ketentuan dan persyaratan ini jika sesuatu informasi yang disampaikan tersebut berisi kebenaran dan demi kepentingan umum serta dalam upaya membela diri, maka sifat melawan hukumnya menjadi hilang atau ditiadakan karena dikategorikan sebagai alasan pemaaf,” sambungnya.
Oleh karenanya menurut Azmi, perbuatan pelaku bukanlah termasuk kategori pencemaran nama baik atau fitnah, sebabnya terhadap pelaku tidak dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana.
“Syarat dan keadaan ini adalah suatu indikator dan mekanisme yang sangat tepat guna mendukung penegakan keadilan, pengembangan demokrasi dan hak ekspresi masyarakat termasuk mewujudkan cita hukum pidana nasional,” ujarnya. (Bie)