Jakarta, JurnalBabel.com – Pakar hukum pidana, Azmi Syahputra, menilai Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel) menuntut terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E selama 12 tahun penjara, tanpa pertimbangan objektif, janggal dan tidak logis.
Selain itu, kata Azmi, JPU juga gagal menjadi filter dalam mewujudkan rasa keadilan masyarakat. Pasalnya, JPU gagal dalam menentukan berat ringannya tuntutan kepada terdakwa. Padahal tampak Jaksa telah memaparkan banyak hal dan fakta yang meringankan lebih dominan daripada hal-hal yang memberatkan, yang diperoleh dari keterangan Bharada E termasuk membantu menemukan persesuaian fakta- fakta dan persesuaian alat bukti.
Selain itu, diketahui Bharada E dinyatakan kooperatif, tidak berbelit belit, dapat menerangkan perkara dengan detail, serta keluarga korban sudah memaafkan. Termasuk peran penting Bharada E yang sejak awal sebagai pembuka tabir peristiwa Duren Tiga serta posisinya sebagai Justice Colaborator( JC) juga diabaikan.
“Jaksa gagal fokus dalam tuntutannya. Semestinya hal-hal dan fakta tertentu, sifat koperatif dan terbantunya pembuktian Jaksa akibat adanya bantuan keterangan Bharada E yang bersesuaian harus dimajukan untuk diutamakan sebagai pertimbangan objektif, sekaligus sebagai alasan lebih ringannya tuntutan atas dirinya,” kata Azmi dalam keterangan tertulisnya, Rabu (18/1/2023).
“Jadi narasi isi surat tuntutan jaksa dengan lamanya tuntutan seolah ada pertentangan atas kenyataan peran keterangan Bharada E selama ini dalam proses pemeriksaan, sehingga patut diduga tuntutan ini terbalut kejanggalan. Tidak lengkap hal-hal yang diajukan dan ini juga ditandai dengan jaksa ada saat membacakan beberapa lama tuntutan atas seperti berdiam diri sejenak, seolah setengah hati atau seolah ada rasa keragu-raguan, ada keengganan dalam membacakan lamanya pidana tuntutan pada Bharada E,” sambungnya.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti ini menambahkan, JPU dalam tuntutan pada Brarada E tidak memperhatikan keseimbangan, kurang teliti dalam menelaah antara mens rea pelaku, keadaan dan faktor pelaku pada saat melakukan dan kontribusi nyata pelaku yang telah banyak membantu sejak penyidikan dan pembuktian jaksa dalam menemukan persesuaian fakta maupun alat bukti hingga perkara ini sampai dapat maju di persidangan. Padahal hal itu dibutuhkan kejujuran dan keberanian tinggi atas sikap yang telah diambil Bharada E.
“Surat tuntutan ini patut diduga ada hambatan non yuridis terkait kompleksitas perkara ini. Termasuk indikasi ada perbedaan persepsi antar jaksa dalam kebijakan internalnya atas proses tuntutan pada Bharada E hingga hal ini dapat dirasakan tidak sesuai dengan rasa keadilan masyarakat,” tegasnya.
Hal Meringankan dan Memberatkan
Sebelumnya, JPU mengatakan peran Richard Eliezer Pudihang Lumiu sebagai saksi pelaku yang membongkar kasus pembunuhan berencana Brigadir J menjadi hal meringankan tuntutan. Meskipun demikian, hal itu tak membuat jaksa memberikan hukuman ringan kepada Richard.
“Terdakwa merupakan saksi pelaku yang bekerja sama untuk membongkar kejahatan ini,” kata jaksa sebelum menyampaikan tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (18/1/2023).
Hal yang meringankan lainnya adalah Richard belum pernah dihukum dan berlaku sopan serta kooperatif di persidangan. Jaksa menilai Richard telah menyesali perbuatannya, serta telah dimaafkan oleh keluarga korban.
Adapun peran Richard Eliezer Pudihang Lumiu sebagai eksekutor Yosua sebagai hal pemberat tuntutan.
“Hal yang memberatkan adalah karena terdakwa merupakan eksekutor yang mengakibatkan hilangnya nyawa korban Nofriansyah Yosua Hutabarat,” kata jaksa.
Selain itu hal memberatkan lain karena perbuatan terdakwa menimbulkan duka mendalam bagi keluarga korban dan menimbulkan keresahan, serta kegaduhan yang meluas di masyarakat.
Dalam tuntutannya, jaksa menyimpulkan Richard Eliezer telah memenuhi unsur perbuatan pembunuhan berencana sebagaimana yang telah didakwakan dalam dakwaan Pasal 340 KUHP juncto pasal 55 ayat ke-1 KUHP.
“Kami jaksa penuntut umum menuntut majelis hakim agar menyatakan Richard Eliezer terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana merampas nyawa orang secara bersama-sama sebagaimana diatur dan diancam pidana dakwaan Primer melanggar Pasal 340 Juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP Pidana. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Richard Eliezer dengan pidana penjara selama 12 tahun dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan, dipotong masa penahanan,” kata jaksa dalam tuntutannya.
Atas tuntutan jaksa tersebut, kubu Bharada E bakal menyampaikan nota pembelaan atau pleidoi pada sidang selanjutnya.
(Bie)