Jakarta, JurnalBabel.com – Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan, Anis Byarwati, menyampaikan fakta bahwa lebih dari satu dekade pertumbuhan ekonomi nasional mengalami stagnasi pada angka 5%. Bahkan sumber pertumbuhan baik dari sisi pengeluaran maupun komponen produksi tidak mengalami perubahan, baik secara kontribusi maupun pertumbuhan.
“Konsumsi Rumah Tangga berkontribusi sekitar 53% an dengan Tingkat Pertumbuhan 4%-5% dan Sektor manufaktur berkontribusi sekitar 18% an dengan tingkat pertumbuhan 3%-4%. Jika tidak ada terobosan, maka perekonomian nasional akan terjebak pada angka lima persenan saja,” kata Anis di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin.
Anggota DPR RI Komisi XI ini menyebut semenjak mulai dari Presiden Jokowi selalu ingin pertumbuhan tinggi PDB mencapai 7% dan Presiden Prabowo punya obsesi 8%. Sementara itu untuk mengapai cita-cita Indonesia maju 2045 atau keluar dari ancaman Middle Income Trap harus ditopang dengan pertumbuhan 6%-7%.
“Sampai saat ini, kita belum melihat ada terobosan baik secara fiskal maupun sektoral untuk bisa mendorong pertumbuhan yang lebih tinggi,” katanya.
Legislator perempuan ini juga mengungkapkan kurang sinkronnya laporan tingkat kesejahteraan masyarakat yang disampaikan pemerintah dengan kondisi riilnya di lapangan.
“Sebagai anggota masyarakat yang melihat langsung kondisi kehidupan masyarakat dibawah, rasanya apa yang disampaikan jauh dari kenyataan, hanya sebatas angka-angka statistik belaka. Silahkan kita berkunjung ke Pasar Induk Kramat Jati, Pasar Tenabang, Pasar Induk Cipinang, disana terlihat dengan amat jelas bagaimana kemampuan atau daya beli masyarakat anjlok. Bahkan tidak hanya itu, banyak manufaktur besar yang tutup dan kemudian terjadi PHK. Fenomena ini harus ditangkap oleh Pemerintah dan memberikan solusi yang tepat. Tidak hanya sebatas Bansos saja,“ paparnya.
Anis juga mencermati fakta mengenai penerimaan pajak sampai dengan oktober 2024 sebesar Rp1.517,53 T atau sekitar 76,30% dari target tahun 2024.
“Informasi Pemerintah menunjukkan penerimaan pajak terus mengalami perbaikan dalam 4 bulan terakhir. Kita menyambut baik perkembangan ini, semoga usaha gigih Pemerintah untuk mencapai target penerimaan pajak bisa terwujud,” harapnya.
“Mengejar target penerimaan pajak pada saat kondisi ekonomi lesu, seperti mengkhianati teori countercyclical yang selalu Kemenkeu gunakan ketika Covid-19 lalu. Kita menyambut kebijakan penghapusan utang UMKM oleh Presiden. Tetapi saya yakin kebijakan ini, tidak terlalu berdampak karena utang yang dihapuskan adalah utang yang sudah tidak aktif. UMKM yang masih aktif dan produktif inilah yang perlu didorong dan selamatkan,” jelas Anis.
Anggota Fraksi PKS ini menyebut jangan sampai ada gap antara penjagaan kondisi fiskal dengan kondisi ekonomi sektor riil yang sedang memerlukan bantuan segera.
“Mungkin sebaiknya, ada kebijakan insentif yang lebih produktif yang bisa diberikan bagi dunia usaha khusus UMKM yang sedang lesu, sehingga pertumbuhan sektor riil kita benar-benar terjaga dengan baik,” katanya.
“Terkait realisasi belanja s.d. 31 Oktober 2024 yang mencapai Rp1.834,5 T atau 74,3% dari APBN. Presiden pada waktu lalu dengan tegas meminta Pemerintah untuk melakukan efisiensi mengurangi biaya perjalanan dinas terutama ke luar negeri yang tidak terlalu penting. Kita mendukung semangat dan keinginan Presiden tersebut, sehingga menjadi pegangan bagi K/L dalam menggunakan alokasi anggarannya. Jika Presiden menyebutkan ada kebocoran 20-30% anggaran itu berarti ada sekitar 600-700 triliun yang merembes,” tambah Anis.
Legislator PKS ini berharap Istilah spending better tidak hanya sebatas kata-kata yang tidak bisa diukur secara kuantitatif dalam indikator tertentu.
“Kita berharap istilah spending better ini memang punya formulasi yang tepat dalam pengalokasian anggaran yang digunakan. Sehingga nantinya bisa meningkatkan efisiensi dan kualitas anggaran pembangunan dan dampaknya bagi perekonomian nasional,” pungkasnya.