Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi IX DPR, Ashabul Kahfi, mendukung usulan kenaikan status pengemudi ojek online (ojol) untuk menjadi karyawan. Hal itu agar mereka memiliki perlindungan hukum.
“Saya ingin menyampaikan persoalan kesejahteraan dan perlindungan pekerja platform digital seperti ojol memang menjadi perhatian serius di Komisi IX DPR RI. Ini adalah bagian dari mandat kami dalam bidang ketenagakerjaan dan perlindungan sosial,” kata Ashabul Kahfi seperti dilansir dari inilah.com, kemarin.
Usulan untuk mengangkat mitra ojol sebagai karyawan, kata Ashabul, tentu membuka diskusi penting mengenai status hubungan kerja dalam ekonomi digital. Pasalnya, selama ini mereka hanya berstatus sebagai mitra, bukan pekerja tetap sehingga tidak mendapatkan perlindungan jaminan sosial tenaga kerja secara penuh sebagaimana karyawan biasa.
“Ini menciptakan jurang perlindungan hukum yang perlu segera dijembatani,” ujarnya.
Jika Komisi IX DPR RI mempertimbangkan usulan tersebut, maka mekanismenya harus melibatkan revisi regulasi yang menyentuh dua aspek utama. Pertama, penetapan status hubungan kerja, dan kedua, penguatan jaminan sosial dan perlindungan kerja.
Di sisi penetapan status hubungan kerja, politisi PAN ini menyoroti perlu ada kejelasan dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan atau regulasi turunannya, dimana algoritma dan kontrol aplikasi bisa dikategorikan sebagai bentuk pengawasan langsung oleh pemberi kerja.
”Jika ya, maka sudah seharusnya pekerja ojol dianggap sebagai karyawan tetap, sebagaimana interpretasi dalam beberapa negara seperti Inggris dan Spanyol,” jelasnya.
Sedangkan untuk penguatan jaminan sosial dan perlindungan kerja, Komisi IX DPR akan bergerak melalui skema jaminan sosial pekerja mandiri. Langkah ini dilakukan dengan memperhatikan kontribusi yang sebagian ditanggung oleh perusahaan platform.
“Artinya, meski tetap berstatus mitra, mereka tetap mendapat jaminan BPJS Ketenagakerjaan, cuti, dan perlindungan kecelakaan kerja,” tuturnya.
Ashabul mengatakan, pihaknya akan segera mencari jalan tengah mengenai permasalah ini dengan tetap menjamin fleksibilitas kerja yang menjadi keunggulan gig economy.
Langkah ini juga dilakukan dengan tetap memberi jaminan minimum yang layak untuk para pengemudi ojol baik dari sisi upah layak, jam kerja manusiawi, maupun akses jaminan sosial.
“Negara tidak boleh membiarkan mereka terus berada di ruang abu-abu hukum,” ungkapnya.
Ia pun meyakinkan Komisi IX DPR siap berdialog lebih lanjut dengan kementerian terkait. Mulai dari Kementerian Ketenagakerjaan dan BPJS Ketenagakerjaan, serta asosiasi pengemudi dan perusahaan platform.
“Agar usulan ini dapat dikaji secara komprehensif dan berpihak pada keadilan sosial,” ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI Netty Prasetiyani meyakinkan akan mengkaji status karyawan bagi pengemudi ojek online (ojol). DPR RI saat ini masih mengkaji lebih jauh mengenai status tersebut dengan masing-masing komisi.
“Kalau untuk status – belum ya, karena masih dalam Forum Group Discussion (FGD),” kata Netty kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (23/4/2025).
Netty menjelaskan pembahasan perihal status ojol ini baru dimulai pada 12 April dan 23 April 2025. Dengan rentang waktu dua pekan tersebut, DPR RI juga masih harus mengkaji isu lain sehingga status karyawan yang harus disematkan pada ojol, masih memerlukan waktu.
”Pada tingkat kompromis atau tingkat yang paling moderat, para ojek online itu bisa bekerja secara fleksibel, kesejahteraannya bagus, perlindungannya bagus – begitu kan. Tapi dari tuntutan yang high call ini kira-kira yang paling moderat, yang paling bisa diterima oleh semua pihak yang mana? Itu yang perlu kajian lebih lanjut,” ujarnya.