Jakarta, JurnalBabel.com – Kalangan akademisi menilai DPR perlu membentuk Panitia Khusus (Pansus) kasus dugaan korupsi di PT Jiwasraya. Hal itu sebagai bentuk pengawasan DPR terhadap kinerja eksekutif seperti yang diatur dalam Undang-undang MPR, DPR, DPD, DPRD (UU MD3).
Ahli hukum pidana Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji Achmad, mengatakan Pansus Jiwasraya perlu dibentuk karena ini masalah yang sangat serius. Kasus ini juga melibatkan investor asing dan nilai kerugian negara juga besar. Kejaksaan Agung juga tidak ada progresnya dalam menangani kasus korupsi di PT Jiwasraya.
“Maka jadi penting Pansus di DPR. Apabila ini di diamkan saja, maka orang akan lupa. Penanganannya akan ala kadarnya saja,” ujar Suparji Achmad di Jakarta, Sabtu (11/1/2020).
Saat ini, Jiwasraya tengah terbelit masalah tekanan likuiditas. Manajemen Jiwasraya menyebut ekuitas perseroan negatif sebesar Rp23,92 triliun per September 2019. Sementara, liabilitas perseroan mencapai Rp49,6 triliun, sedang asetnya hanya Rp25,68 triliun.
Tak hanya itu, Jiwasraya juga belum dapat membayar klaim polis jatuh tempo sebesar Rp12,4 triliun kepada nasabah pada 2019.
Menurut Suparji, apabila kasus ini di diamkan maka akan terulang kasus-kasus mega korupsi seperti kasus BLBI, Century. Pada akhirnya pemerintah lagi yang harus menanggungnya.
“Jadi dengan pertimbangan itu lah maka menjadi penting dibentuknya Pansus tentang Jiwasraya,” katanya.
Kejagung saat ini sedang menangani kasus ini. Apakah pembentukan Pansus ini akan bertabrakan? Suparji berpandangan hal itu tidak akan terjadi. Pasalnya, masing-masing sudah memiliki tugas pokok dan fungsi masing-masing. Kejagung tangani dari sisi pro justicianya sementara DPR sebagai fungsi pengawasan dengan mekanisme penyidikan dan pengumpulan alat bukti.
“Jadi kekhawatiran bentrok tidak ada,” tuturnya.
Dibentuknya Pansus juga dinilai akan kencang desakan politiknya, Suparji menilai DPR memang lembaga politik sehingga tidak ada masalah dalam bentuk membantu penegakan hukum. Masalahnya apabila Pansus ini dijadikan panggung politik maka hal itu tidak akan terjadi karena semua fraksi terlibat.
“Kalau ada kekhawatiran partai tertentu terlegitimasi maka bekerja sungguh-sungguh,” katanya.
Adanya berbagai kalangan agar dibentuk saja panitia kerja atau panja gabungan antara komisi VI dengan Komisi XI DPR, Suparji menilai Panja terbatas kinerjanya karena tidak melakukan penyidikan, tidak punya kewenangan pengumpulan alat bukti.
“Tidak perlu lah resisten yang dikhawatirkan. Ini juga memulihkan kepercayaan publik pada DPR,” jelasnya.
Terkait hasil Pansus selama ini tidak dijalankan, Suparji mengatakan hasil rekomendasi kerja Pansus tidak wajib dijalankan. Pasalnya, ini hanya sebagai bentuk pengawasan DPR terhadap kinerja pemerintah.
Suparji menambahkan bahwa Pansus ini sebenarnya membantu penegak hukum dalam menangani sebuah perkara. Namun semuanya kembali kepada point rekomendasi Pansus untuk dijalankan atau tidak. Sebagai contoh rekomendasi Pansus Bulog Gate yang membuat Presiden Gus Dur lengser dari jabatannya. Lalu rekomendasi Pansus Pelindo yang tidak dijalankan.
Namun Suparji menghimbau jangan berandai-andai rekomendasi Pansus Jiwasraya nanti apabila dibentuk tidak dijalankan. “Sebagai energi penegakan hukum perlu dilakukan,” tegasnya.
Ditempat yang sama, Guru Besar Hukum Tata Negara Institute Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Juanda sependapat dengan Suparji bahwa DPR perlu bentuk Pansus Jiwasraya untuk melakukan penyelidikan terhadap kasus tersebut secara politik dalam rangka fungsi pengawasan.
“Saya kira kalau dianggap DPR ada hal-hal bertentangan dengan UU, nanti munculnya hal angket dan lain-lain, sepanjang demi untuk melihat suatu kebijakan UU tentang Jiwasraya, itu perlu,” ujar Juanda.
Jangan Jadi Ajang Kepentingan Politik
Disatu sisi, Juanda memberikan catatan bahwa Pansus Jiwasraya ini jangan dijadikan ajang kepentingan politik. Tapi katanya membentuk Pansus itu tidak mudah. “Tapi juga jangan anggap Pansus ini tidak penting. Pansus itu dibentuk dalam rangka melakukan pengawasan menjalankan UU bukan kepentingan elit-elit tertentu,” katanya.
Juanda juga meminta DPR tidak ikut campur dalam penegakan hukum yang dilakukan Kejagung dalam kasus Jiwasraya ini. “Kalau Pansus DPR ini untuk intervensi penegakan hukum, ini tidak benar dan kita tidak menerima,” pungkasnya. (Bie)
Editor: Bobby