Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR, Bambang Purwanto, tidak sepakat dengan ide atau wacana yang digulirkan Presiden Jokowi membentuk Badan Pusat Legislasi Nasional (BPLN) untuk membenah berbagai peraturan perundang-undangan yang tumpang tindih serta menghambat investasi.
Pasalnya ia khawatir apabila BPLN dibentuk, pemerintah nantinya menggunakan kekuasaannya mengubah Undang-Undang (UU) secara sepihak tanpa melibatkan DPR yang memiliki wewenang membuat UU atau legislasi. Padahal membuat atau mengubah UU itu harus dibahas bersama antara pemerintah dan DPR. Tidak lupa masyarakat juga harus dilibatkan dalam memberikan masukan.
“Kalau ada rencana pemerintah untuk membentuk BPLN, di DPR kan sudah ada Baleg. Jadi itu terlalu mengada-ada. Di Baleg itu lah dilakukan harmonisasi, sinkronisasi, untuk memperlancar tugas eksekutif. Bukan membentuk BPLN.
Untuk apa di DPR ada Baleg. Takutnya kalau ada, nanti UU diubah sendiri sama pemerintah. Tidak jelas akhirnya,” ujar Bambang Purwanto di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (27/2/2020).
Ide pembentukan BPLN diusulkan Jokowi pada saat debat perdana calon presiden 2019 pada 17 Januari 2019. Jokowi menyampaikan hal itu saat menanggapi jawaban Prabowo Subianto soal sinkronisasi peraturan dengan mengoptimalkan Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (BPHN Kemenkumham).
Lalu Undang-Undang (UU) No. 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan telah mengamanatkan pembentukan lembaga/badan yang mengurusi penyusunan peraturan perundang-undangan di internal pemerintahan baik pusat maupun daerah.
Berdasarkan data yang diperoleh selama ini, terdapat 7.621 Peraturan Menteri (Permen); 765 Peraturan Presiden (Perpres); 452 Peraturan Pemerintah (PP); dan 107 UU. Sayangnya, hingga kini pemerintah masih merumuskan pembentukan BPLN. Sehingga, struktur, kewenangan, tata kerja lembaga ini belum diketahui.
BPHN memiliki tugas pokok dan fungsi (tupoksi) salah satunya sebagai pelaksanaan koordinasi penyusunan rencana pembangunan hukum nasional dan program legislasi nasional (prolegnas) serta pembinaan dan pengembangan sistem jaringan dokumentasi dan informasi hukum serta perpustakaan hukum.
Sementara Baleg DPR memiliki tupoksi antara lain menyusun rancangan program legislasi nasional yang memuat daftar urutan rancangan undang-undang beserta alasannya untuk 5 (lima) tahun dan prioritas tahunan di lingkungan DPR; mengoordinasikan penyusunan program legislasi nasional yang memuat daftar urutan rancangan undang-undang beserta alasannya untuk 5 (lima) tahun dan Prioritas tahunan antara DPR, Pemerintah dan DPD; mengoordinasikan penyusunan naskah akademik dan rancangan undang-undang yang diajukan oleh anggota DPR, komisi, dan gabungan komisi; melakukan pemantauan dan peninjauan terhadap undang-undang dan lainnya.
Menurut politisi Partai Demokrat ini, UU menjadi dasar bagi eksekutif untuk menjalankan tugasnya di pemeritahan. Namun ketika ada UU yang tumpang tindih dan menghambat investasi misalnya, lanjutnya, tinggal menyampaikan ke DPR untuk dilakukan revisi. Hal yang sama berlaku juga pada BPHN Kemenkumham.
“Hal seperti itu tidak perlu biaya banyak. Kalau bentuk lembaga baru itu perlu biaya besar seperti kantor, biaya operasional dan lainnya,” katanya.
Legislator dari daerah pemilihan Kalimantan Tengah ini menambahkan pihaknya terbuka kepada pemerintah maupun masyarakat yang merasa ada yang keliru dalam sebuah UU untuk diperbaiki.
“Kami terbuka kok. Kalau UU kurang tepat, masih menghambat kemudian bentuk UU baru lagi, lalu diabaikan, kapan kita dapatkan regulasi yang tepat. Itu jadi persoalan,” pungkas anggota komisi IV DPR ini. (Bie)
Editor: Bobby