Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (FPPP) Anas Thahir menyatakan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Prepres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang mengatur kenaikan iuran BPJS Kesehatan, berpeluang kembali dibatalkan atau dikabulkan oleh Mahkamah Agung (MA). Pasalnya, Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) kembali akan menggugat Perpres yang diteken Presiden Jokowi pada 5 Mei 2020 ke MA.
KPDCI adalah organisasi yang pernah menggugat Perpres Nomor 75 tahun 2019 tentang iuran BPJS Kesehatan ke MA pada Desember 2019. Namun, per 1 April dibatalkan dengan putusan MA Nomor 7P/HUM/2020. Konsekuensinya, tarif BPJS Kesehatan kembali menggunakan peraturan lama: kelas 3 Rp25.500 ribu/bulan; kelas 2 Rp51 ribu per bulan; dan kelas 1 Rp80 ribu/bulan.
Sementara dalam Perpres yang baru ini memutuskan iuran peserta PBPU dan peserta BP kelas I sebesar Rp 150.000; kelas II sebesar Rp 100.000 yang berlaku per 1 Juli 2020 dan kelas III sebesar Rp 42.000 yang berlaku mulai 2021. Angka ini lebih rendah dari Perpres 75/2019 yang sebesar Rp 160.000 kelas I, kelas II sebesar Rp 110.000, dan Rp. 51.000 kelas III.
“Seharusnya kenaikan iuran BPJS itu tidak perlu dilakukan, karena masyarakat juga bisa kembali menggugatnya dan berpeluang dikabulkan oleh pengadilan (MA-red). Jika hal ini yang terjadi, maka pemerintah akan dipermalukan, baik secara politik maupun secara hukum,” kata Anas Thahir dalam keterangan tertulisnya, Kamis (14/5/2020).
Menurut Anas Thahir, semangat dan kegembiraan masyarakat yang baru tumbuh seiring dengan keluarnya putusan MA yang membatalkan kenaikan iuran BPJS, akan pupus kembali dan berubah menjadi keprihatinan mendalam di tengah maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) dan meningkatnya jumlah pengangguran akibat kebijakan PSBB yang di berlakukan di berbagai daerah di Indonesia.
Selain itu, lanjutnya, menaikkan kembali iuran BPJS yang sudah dibatalkan kenaikannya oleh MA membuktikan pemerintah kurang mempunyai sense of crisis. “Masyarakat saat ini tengah mengalami banyak kesulitan karena pandemi Covid-19, sehingga kebijakan pemerintah itu dipastikan akan menambah beban masyarakat,” ujarnya.
Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR ini menambahkan kenaikan iuran BPJS di tengah kondisi sulit seperti ini akan berpotensi membuat masyarakat kesulitan membayar iuran dan semakin banyak masyarakat yang menunggak iuran.
“Seharusnya, pemerintah mencari solusi lain mensiasati defisit BPJS, baik dengan melakukan efiseinsi, atau strategi lainnya yang tidak membebani masyarakat yang sedang kesusahan,” pungkasnya. (Bie)
Editor: Bobby