Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi V DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Ahmad Syaikhu, meminta pemerintah untuk menunda kenaikan tarif tol Belawan-Medan-Tanjung Morawa (Belmera). Pasalnya, kebijakan ini hanya akan menambah beban baru rakyat di tengah situasi ekonomi yang memburuk.
“Kenaikan ini harus ditunda. Jangan tambah beban baru bagi rakyat yang sedang susah,” kata Syaikhu dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (8/8/2020).
Pemerintah melalui Badan Pengelola Jalan Tol (BPJT) akan menaikkan tarif tol Belmera sepanjang 34 Km, terhitung mulai hari Kamis (13/08) pukul 00.00 WIB.
Berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat (PUPR) No. 1246/KPTS/M/2020 tanggal 29 Juli 2020 tentang Penyesuaian Tarif Tol pada Ruas Jalan Tol Belawan-Medan-Tanjung Morawa, tarif tol juga mengalami penyederhanaan menjadi 3 golongan saja.
Selain itu akan ada beberapa penyesuaian tarif tol di ruas-ruas lainnya. Melihat kondisi ekonomi yang sedang merosot yang ditandai pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2020 minus 5,32%, sesungguhnya apa yang dilakukan Pemerintah ini justru memperparah keadaan.
Dalam kondisi ekonomi seperti sekarang ini, Syaikhu menjelaskan, seharusnya yang Pemerintah lakukan adalah memberikan insentif agar laju pertumbuhan yang terus menurun dapat ditahan agar tidak semakin menurun. Apalagi menurut data BPS, sektor transportasi dan pergudangan mendapatkan pukulan yang paling telak, hingga mengalami pertumbuhan -30,84%.
“Berikan insentif pada sektor transportasi. Bukan malah menaikan tarif tol. Ini jelas aneh,” tegasnya
Apalagi kata mantan Wakil Wali Kota Bekasi itu, kenaikan tarif Golongan II sebesar 15,38%, dari yang semula sebesar Rp 13.000,- menjadi Rp 15.000,- sangat memberatkan. Sebab, pemilik kendaraan jenis ini di dominasi oleh pengusaha kecil dan menengah (UMKM). Berbeda dengan kendaraan niaga Golongan IV dan V (yang sekarang menjadi Golongan III) yang kebanyakan dimiliki oleh korporasi.
“Sudah jelas ini akan sangat memberatkan. Karena kenaikan tarif tol ini seperti menyasar pelaku UMKM,” ujarnya.
Angka kenaikan bagi golongan II ini juga melebihi angka inflasi untuk wilayah Kota Medan periode 1 November 2017 – 31 Oktober 2019 sebesar 5,72 %. Sehingga hal ini jelas melanggar Pasal 68 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol, dimana kenaikan tarif tol tidak boleh melebihi angka inflasi tersebut.
Melihat hal itu, Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR ini sekali lagi menegaskan Pemerintah harus menunda kenaikan tarif tol sampai pertumbuhan ekonomi kembali naik dan stabil. Apalagi operator jalan tol merupakan BUMN yang mayoritas dimiliki oleh Pemerintah sendiri.
“Tunda kenaikan. Agar tidak menambah beban terhadap sektor transportasi dan pergudangan yang telah sangat terpukul oleh Pandemi Covid19 ini,” pungkasnya. (Bie)