Jakarta, JurnalBabel.com – Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) DPR RI kembali mengingatkan soal pentingnya regulasi yang memberi perlindungan negara terhadap para ulama di tanah air.
“Kasus persekusi bahkan upaya pembunuhan terhadap Syeikh Ali Jaber seakan jadi pengingat kita bahwa posisi mereka rentan dan penting untuk dilindungi negara,” kata Anggota DPR FPKS Abdul Fikri Faqih, Senin (14/9).
Anggota DPR yang menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi X DPR ini mengutuk aksi penyerangan dan upaya pembunuhan oleh orang tak dikenal kepada pendakwah dan ulama asal Saudi, Syeikh Ali Jaber saat mengisi acara kajian keislaman di masjid di Bandar Lampung .
“Alhamdulillah pelaku berhasil dilumpuhkan jemaah dan diserahkan ke polisi, motifnya harus didalami dan apakah ada pelaku intelektual di baliknya?” tuntut Fikri.
Lebih lanjut, Fikri mendesak para pengampu kepentingan untuk merampungkan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) perlindungan ulama, yang kini masuk program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2020.
“RUU nya telah disepakati DPR dengan nama RUU tentang Perlindungan Tokoh Agama dan Simbol Agama (RUU tentang Perlindungan Kyai dan Guru Ngaji) yang diusulkan oleh Fraksi PKS, PKB, dan PPP,” urainya.
Namun dalam format yang diusulkan PKS, RUU tersebut melindungi tidak hanya ulama (tokoh agama) dari kalangan Islam.
“Semua tokoh agama dari seluruh agama yang ada di Indonesia wajib dilindungi negara,” tegasnya.
Fikri menambahkan, dalam konteks negara Pancasila, bangsa Indonesia tidak lepas dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Sila Pertama ‘Ketuhahan yang Maha Esa’ dalam setiap sendi kehidupannya.
“Negara ini bukan berpaham sekuler yang memisahkan kehidupan bernegara dengan agama, dan bukan juga sebagai negara agama yang berasaskan agama tertentu, namun menjadikan keyakinan agama mereka sebagai poin pertama dalam dasar negara Pancasila,” jelasnya.
Dia mencontohkan tradisi religius bangsa ini yang secara turun temurun dalam setiap momen kehidupannya, sebut saja saat masih berbentuk janin di kandungan, momen-momen bahagia, hingga saat kematiannya selalu melibatkan tokoh agama.
“Seperti pepatah, bangsa ini selalu terkait dengan ulama mulai dari buaian (dalam rahim ibu) hingga liang lahat (kematian),” katanya.
Ulama atau tokoh agama, menurut Fikri telah menjadi sosok yang paling berpengaruh dalam kehidupan masyarakat di negeri ini, nyaris dalam setiap sendi kehidupan mereka.
“Bahkan dalam menentukan kepemimpinan bangsa, peran tokoh agama selalu menyertai, maka ada istilah guru spiritual,” ucap dia.
Namun berbeda dengan profesi guru yang telah diakui dalam UU guru dan dosen, profesi ulama (tokoh agama) secara alami diakui oleh setiap elemen bangsa, tapi tidak secara hukum.
“Mereka ini dihormati dan juga jadi pengayom masyarakat, kerap dijadikan rujukan meminta saran dalam setiap permasalahan, tetapi sekaligus juga rentan jadi sasaran atau persekusi,” jelas Fikri.
Beberapa kasus penyerangan, baik secara fisik maupun verbal yang ditujukan kepada tokoh agama yang kerap terjadi beberapa waktu terakhir telah menjadi keresahan di tengah masyarakat.
Karenanya, Fikri mendesak para pemimpin dan penegak hukum untuk memberi pernyataan yang sejuk dan berempati untuk menunjukkan sikap dukungan terhadap kasus tersebut.
“Sekarang waktunya untuk membalas jasa-jasa mereka yang telah berperan dalam mendampingi bangsa ini melewati masa-masa sulit sejak awal kemerdekaan hingga sekarang,” pungkasnya. (Bie)