Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi II DPR, Zulfikar Arse Sadikin, menjelaskan argumen adanya klausul dalam RUU Pemilu terkait eks-anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dilarang ikut dalam kontestasi Pemilu Presiden, Pemilu Legislatif, dan Pilkada.
Menurut Zulfikar, salah satu alasannya adalah organisasi tersebut tidak sejalan dengan konsensus dasar berbangsa dan bernegara.
“HTI, pengurus, dan anggotanya bertolak belakang dengan empat konsensus dasar bangsa Indonesia, bahkan hendak menggantinya. HTI juga sudah dinyatakan pemerintah sebagai organisasi terlarang,” kata Zulfikar kepada antara di Jakarta, Selasa (26/1/2021).
Empat konsensus dasar bangsa Indonesia itu adalah Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Zulfikar menerangkan, untuk menjadi pejabat publik di eksekutif, legislatif, dan yudikatif, termasuk menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI-Polri, dan pegawai BUMN/BUMD harus ada persyaratan dan janji yang harus dipenuhi. Persyaratan dan sumpah/janji tersebut di semua peraturan perundangan menghendaki adanya komitmen serta kesetiaan kepada empat konsensus dasar bangsa.
“Hal tersebut fundamental bagi keberlangsungan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara kita,” ujarnya.
Lebih lanjut Zulfikar mengatakan, HTI, pengurus, dan anggotanya bertolak belakang dengan empat konsensus berbangsa tersebut bahkan hendak menggantinya. Karena itu, dia menilai, dengan melihat sikap HTI dan anggotanya itu, tentu tidak diperbolehkan menjadi pejabat publik.
“Lalu, apakah dengan pandangan dan sikap seperti itu, lalu mereka (eks-anggota HTI) tetap diperbolehkan menjadi pejabat publik? Tentu tidak kan,” katanya.
Politisi Partai Golkar itu menegaskan larangan eks anggota HTI ikut pemilu yang diatur dalam RUU Pemilu merupakan konsekuensi logis atas pandangan dan sikap organisasi tersebut terhadap empat konsensus dasar bangsa Indonesia.
RUU Pemilu merupakan usul inisiatif Komisi II DPR, yang saat ini prosesnya masih dalam tahap harmonisasi di Badan Legislasi (Baleg) DPR.
Dalam RUU Pemilu, aturan mengenai larangan eks anggota HTI ikut Pilpres, Pileg, dan Pilkada tertuang dalam Buku Ketiga Penyelenggaraan Pemilu, BAB I Peserta Pemilu Bagian Kesatu Persyaratan Pencalonan.
Pasal 182 ayat 2 (ii) menyebutkan bahwa calon Presiden, Wakil Presiden, Anggota DPR, Anggota DPD, Gubernur, Wakil Gubernur, Anggota DPRD Provinsi, Bupati dan Wakil Bupati/ Walikota dan Wakil Walikota serta Anggota DPRD Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia, termasuk organisasi massanya, atau bukan orang yang terlibat langsung dalam G.3O.S/PKI.
Lalu, dalam Pasal 182 ayat 2 (jj) menyebutkan bahwa calon Presiden, Wakil Presiden, Anggota DPR, Anggota DPD, Gubernur, Wakil Gubernur, Anggota DPRD Provinsi, Bupati dan Wakil Bupati/ Walikota dan Wakil Walikota serta Anggota DPRD Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan bukan bekas anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). (Bie)