Jakarta, JurnalBabel.com – Rencana Pemerintah melalui Kementrian BUMN tentang holding PT. Pegadaian dan PT. Permodalan Nasional Madani atau PNM menjadi anak perusahaan di bawah PT. BRI (Bank Rakyat Indonesia), menjadi polemik di publik.
Anggota Komisi XI DPR, Anis Byarwati dengan tegas mengatakan bahwa Holding Ultra Mikro BRI, Pegadaian dan PNM bukan jawaban untuk peningkatan UMKM. Pasalnya, ia mempertanyakan apakah holding ini ditujukan untuk kesejahteraan rakyat atau bahkan melenceng dari ekonomi Pancasila.
Mengutip Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, alinea 4 yang berbunyi bahwa tujuan bernegara adalah untuk “Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, Mencerdaskan kehidupan bangsa, melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.”
Serta falsafah ekonomi Negara Indonesia dalam Penjelasan Pasal 33 UUD 1945yang berbunyi “Dalam demokrasi ekonomi kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran orang-seorang.“
Oleh karena itu Anis yang menjabat sebagai Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR menegaskan bahwa, Holding Ultra Mikro – BRI, Pegadaian dan PNM yang dimaksud haruslah sesuai dengan UUD NRI 1945.
“Sehingga yang perlu dicermati bahwa Holding seharusnya tidak hanya sebatas aksi korporasi untuk menambah modal BUMN induk dan meningkatkan kapasitas pendanaan atau menambah porsi utang,” kata Anis dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (10/4/2021).
Menurut hemat Anis, idealnya, Holding, apalagi bagi perusahaan milik negara, harus memiliki kajian ilmiah yang mendalam, strategis, dan selaras dengan filosofi bernegara. Apalagi sebenarnya PT Pegadaian Persero sendiri sudah berusia 119 tahun, Pegadaian merupakan salah satu dari 10 BUMN penyumbang deviden terbesar untuk Negara, dengan aset sehat dan memiliki rating Perusahaan AAA.
Sebagaimana yang sudah diketahui Holding Ultra Mikro – BRI, Pegadaian dan PNM ini adalah atas inisiatif Kementrian BUMN yang salah satu tujuannya adalah agar usaha mikro naik kelas dengan fokus pada pemberdayaan bisnis melalui PNM, serta pengembangan bisnis melalui pegadaian dan BRI.
Namun skema itu memberikan kesan bahwa kendala usaha mikro adalah masalah keuangan. Padahal menurut Anis, kendala UMKM tidak hanya masalah keuangan saja, tetapi juga masalah SDM, akses pemasaran, permodalan, jejaring dan kemampuan akses teknologi.
Anis kemudian menjelaskan peran UMKM yang 99,99% menyokong perekonomian Indonesia ini lebih urgent dibantu dengan menyalurkan kredit yang lebih besar kepada UMKM, bukan dengan holding.
Anis yang juga menjabat sebagai Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan ini lalu menggambarkan karakteristik nasabah Pegadaian seperti ibu-ibu rumah tangga dan UMKM yang kebanyakan unbankable yang mendapatkan manfaat dari Pegadaian.
Anis sepakat bahwa Pegadaian adalah lembaga keuangan yang paling dekat dengan masyarakat dan satu-satunya lembaga keuangan yang memiliki kemampuan menahan laju lembaga keuangan illegal seperti rentenir dan fintech illegal.
“Pemerintah sebaiknya mempertimbangkan, meninjau kembali dan berusaha meminimalisir dampak yang akan ditimbulkan holding ini dengan kerjasama semua pihak. Hak rakyat yang dikuatirkan akan hilang dapat dipertahankan,” pungkasnya. (Bie)