Jakarta, JURNALBABEL – Indonesia menjadi salah satu negara yang paling rawan terjadi bencana. Wilayah Nusantara ini terus-menerus menghadapi risiko gempa bumi, letusan gunung berapi, banjir dan tsunami.
Terletak di Cincin Api Pasifik, sedikitnya terjadi satu letusan gunung berapi dan satu gempa besar di negara ini setiap tahunnya. Tsunami besar bisa terjadi setiap lima tahun.
Wakil Ketua Komisi VII DPR Ridwan Hisjam bahkan menyebut 4,5 juta orang Indonesia hidup di wilayah yang paling rawan terkena bencana.
Artinya sewaktu-waktu bencana alam bisa mengancam kehidupan mereka. Seperti halnya di Yogyakarta ada 5000 orang yang berada di kawasan zona berbahaya Gunung Merapi. Belum lagi ditempat-tempat lain yang memiliki zona berbahaya.
Ridwan mengatakan, berdasarkan hasil temuan Komisi VII di sejumlah wilayah ditemukan banyak sekali laporan tentang kurangnya manajemen kebencanaan di Indonesia khususnya terkait geologi.
Karena itu, pihaknya mendesak pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM untuk serius memperhatikan persoalan geologi untuk mencegah lebih banyak terjadinya korban bencana.
“Komisi VII meminta pemerintah untuk lebih memperhatikan persoalan kebencanaan yang diakibatkan oleh geologi. Tentu kami Komisi VII menyesalkan pemerintah menganggap enteng dalam menangani persoalan kebencanaan padahal wilayah kita sangat rawan. Tapi pemerintah tidak serius,” ujar Ridwan dalam keterangan tertulisnya, Senin (11/2/2019).
Selama ini pemerintah hanya fokus pada penanganan pasca bencana itupun juga tak begitu maksimal. Menurutnya, persoalan bencana intinya bukan di atas bumi tapi di dalam bumi.
Ilmu untuk mengetahui bencana alam di dalan perut bumi ada di geologi. Namun sayang, kata dia, perhatian pemerintah terhadap persoalan geologi masih sangat kurang.
“Pemerintah menganggap enteng persoalan geologi, menganggap biasa. Padahal di Jepang, negara yang sama rawannya dengan Indonesia, sekalipun banyak gempa, korban yang ditimbulkan sedikit karena pemerintah di sana konsen terhadap geologi,” terangnya.
Dengan geologi pemerintah bisa memetakan wilayah-wilayah mana saja yang rawan terjadinya bencana. Politisi Golkar ini menyebut Indonesia hanya memiliki satu Badan Geologi di Bandung yang memonitoring kebencanaan dari Sabang sampai Merauke. Tempat itu adalah peninggalan Belanda yang sudah sangar tua dan butuh peremajaan.
“Di Indonesia itu sibuknya kalau bencana sudah terjadi, bantuan di mana-mana orang pada bersuara habis itu ilang lagi. Tapi berpikir bagaimana antisipasi agar bencana tidak banyak menimbulkan korban ini yang kurang diperhatikan pemerintah selama ini,” tandasnya.
Perlunya UU Geologi
Indonesia sebenarnya sudah memiliki peta daerah bencana. Misalnya kejadian gempa di Palu yang sudah diberi peringatan oleh Badan Geologi demikian juga tsunami di Selat Sunda.
Namun tetap saja korban bencana di Indonesia cukup besar ribuan orang melayang. Mengapa hal itu terjadi?
Ridwan menyebut selama ini pemerintah daerah abai terhadap rekomendasi yang disampaikan Badan Geologi. Banyak gedung-gedung dan rumah-rumah warga dibangun di pinggir pantai. Padahal jelas-jelas Badan Geologi sudah memberikan rekomendasi bahwa daerah tersebut masuk dalam wilayah rawan bencana yang harus dikosongkan.
“Banyak gedung-gedung tempat hiburan dibangun di pinggir pantai. Padahal sudah jelas ada catatan dari Badan Geologi bahwa daerah tersebut rawan bencana. Tapi pemda tempat memberikan izin. Sehingga begitu bencana itu terjadi korbannya besar karena pemerintah abai,” jelasnya.
Karena itu, Ridwan merasa pemerintah perlu segera membuat UU Geologi yang mengatur secara rinci tentang isi bumi dan dampak bencana yang dihasilkan.
“Jangankan ribuan nyawa, satu nyawa rakyat Indonesia sangat berarti, tidak boleh dianggap enteng. Bencana memang tidak bisa dihindari, tapi kita bisa meminimalisir banyaknya korban,” imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rudy Suhendar menambahkan, sebenarnya pemda sudah diberikan rekomendasi mengenai wilayah rawan bencana, dan tidak boleh mendirikan bangunan. Namun karena kita tidak memilik UU sebagai payung hukum sering kali rekomendasi diabaikan.
“Namanya rekomendasi kan tidak mengikat, tidak punya konsekuensi hukum. Mau dijalankan bisa, nggak dijalankan juga tidak apa-apa. Kita lemahnya di sini tidak memiliki UU sebagai payung hukum. Jadi begitu bencana terjadi sudah pasti banyak memakan korban. Ini bedanya kita dengan negara-negara seperti Jepang,” jelasnya.
Rudy berharap pemerintah pusat dan DPR bisa bersinergi untuk segera membuat UU Geologi mengingat begitu pentingnya penanganan pra bencana.
Sehingga tidak banyak menimbulkan korban. Persoalan geologi harus banyak mendapat perhatian pemerintah karena Indonesia masuk dalam Cincin Api Pasifik atau Lingkaran Api Pasifik. (Joy)
Editor: Bobby