Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB), Sukamto, meminta pemerintah dan DPR meninjau ulang Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja yang kini sedang dibahas di DPR.
Hal itu menurut Sukamto perlu dilakukan untuk meninjau kembali point-point atau pasal-pasal dalam RUU inisiatif pemerintah yang bermasalah serta mendapatkan penolakan dari para serikat buruh/pekerja.
Hal tersebut berujung pada rencana aksi demo besar-besaran oleh kalangan buruh/pekerja di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (14/8/2020). Hari itu bertepatan dengan sidang tahunan MPR serta pidato Presiden Jokowi terkait laporan kinerja pemerintahannya selama satu tahun belakangan.
“Dari pada membuat resah, hentikan. Hentikan bukan tidak dibahas lagi, dibahas tapi yang menguntungkan pada pekerja. Dihentikan sementara untuk kita susun kembali yang mana nanti yang menjadi narasumber adalah para serikat pekerja/buruh, mahasiswa, wartawan. Apa yang sebenarnya dikehendaki masyarakat,” kata Sukamto saat dihubungi, Minggu (9/8/2020).
Lebih lanjut Sukamto berpandangan penolakan mereka terhadap RUU ini serta ingin berdemo di DPR menjadi haknya di negara demokrasi. Namun ia menekankan bahwa aksi demo jangan sampai anarkis.
“Sebaiknya menurut saya dia membentuk delegasi, ketemu, kita bicara yang terbaik.
Kalau RUU Cipta Kerja banyak mudarotnya sebaiknya di cancel, ditinjau kembali,” tegasnya.
Mantan anggota Panitia Kerja (Panja) RUU Cipta Kerja di Baleg DPR mengakui sudah membahas RUU ini dan menemukan banyak yang tidak merugikan pekerja.
“Menurut saya RUU Cipta Kerja bagus, memudahkan masalah perizinan, kemudahan mencari kerja. RUU Cipta Kerja kan baru pembahasan, itu bisa diarahkan kemana saja. RUU Cipta Kerja yang penting menguntungkan pekerja,” ujarnya.
Anggota Komisi II DPR ini juga menilai saat ini Pemerintah lebih memperhatikan pekerja. “Selain PNS, nanti semua karyawan yang gajinya kurang dari Rp5 juta, mendapatkan insentif Rp600 ribu per bulan,” tuturnya.
Legislator asal Yogyakarta ini mengungkapkan sebenarnya dengan kita melihat peraturan yang sekarang ini kalau tidak ditinjau kembali, mempersulit mengurus izin tambang. Dicontohkannya, mengurus izin tambang di daerah sampai 2 tahun tidak selesai.
“Sulitnya perizinan luar biasa. Dengan adanya RUU Cipta Kerja, menyangkut semuanya. Yang penting memudahkan orang mencari kerja. Sementara materi pasalnya bisa dibolak-balik,” pungkasnya.
Sejumlah kelompok buruh atau pekerja yang tergabung dalam Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK) akan kembali menggelar aksi demonstrasi terkait penolakan terhadap Omnibus Law RUU Cipta Kerja.
Aksi demonstrasi akan digelar di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta, pada 14 Agustus 2020.
“Kita lakukan aksi tanggal 14 Agustus sebelum pidato Presiden. Jumlah organisasi ada 10.000 anggota GEBRAK tergabung baik itu buruh, petani, nelayan, mahasiswa dan tidak hanya di Jakarta,” kata Sekjen Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) Damar Panca dalam konferensi pers secara virtual, Kamis (6/8/2020).
Ketua Umum Konfederasi Kongres Aliansi Buruh Indonesia (KASBI) Nining Elitos menjelaskan, sejak awal kelompok buruh konsisten menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja karena RUU sapu jagat itu dinilai menabrak prinsip dasar konstitusi negara.
“RUU ini bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar konstitusi negara, di mana kalau bicara demokrasi, bicara soal kesejahteraan, keadilan, justru semakin jauh dari harapan rakyat dalam rancangan undang-undang Ciptaker,” kata Nining.
Nining mengatakan, pembuatan draf RUU Cipta Kerja ini disembunyikan pemerintah. Bahkan, sulit diakses masyarakat.
“Tetapi pemerintah tetap memaksakan untuk menyerahkan drafnya ke DPR,” ujar dia.
Nining mengatakan, dalam kondisi pandemi Covid-19 ini, pemerintah dan DPR seharusnya fokus pada penanganan Covid-19, salah satunya memberikan perlindungan terhadap masyarakat.
Namun, kata Nining, pemerintah dan DPR tetap melanjutkan pembahasan RUU Cipta Kerja.
“Bahkan, terakhir kita melakukan aksi tanggal 6 Juli dan pimpinan DPR dan Baleg menyampaikan dalam masa reses ini tidak ada pembahasan dan sidang-sidang. Namun dalam praktiknya terjadi pembahasan yang justru masif,” tutur Nining.
Berdasarkan hal itu, Nining mengatakan, tidak ada keberpihakan pemerintah terhadap rakyat yang tengah berjuang dalam kondisi krisis yang semakin mengancam.
“KASBI akan bersama GEBRAK turun ke jalan mendesak pada Presiden dan DPR untuk mengehentikan pembahasan RUU Cipta Kerja dan menarik itu dari DPR,” ujar dia.
Untuk diketahui, Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK) terdiri dari sejumlah kelompok buruh, pekerja hingga mahasiswa yakni KASBI, KPBI, Konfederasi Serikat Nasional (KSN), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), SINDIKASI, dan Solidaritas Pekerja Viva (SPV).
Kemudian, Kesatuan Perjuangan Rakyat (KPR), dan Federasi Pekerja Pelabuhan Indonesia, LBH Jakarta, AEER, KPA, GMNI UKI, Aksi Kaum Muda Indonesia (AKMI), Federasi Pelajar Indonesia (Fijar), LMND DN, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Jentera, dan lainnya.
(Bie)