Jakarta, JURNALBABEL – Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih mendesak pemerintah memprioritaskan beragam masalah terkait tunjangan guru yang masih menjadi persoalan di banyak tempat.
“Ada beragam jenis tunjangan guru, yang pengelolaanya masih miss-management, saling tunjuk tanggung jawab,” kata Fikri di gedung DPR senayan, Selasa (7/5/2019).
Fikri merujuk soal isu penghapusan tunjangan guru oleh kementerian keuangan untuk beberapa daerah, beberapa waktu silam. Daerah tersebut dinilai masih punya anggaran sisa atau bahasa Kemenkeu ‘mengendap’, sehingga diminta untuk mencairkan dana mengendap tersebut untuk membayar tunjangan guru.
“Kemudian jadi masalah, karena kepala daerah tidak berani mencairkan atas pertimbangan dasar hukum atau sejenisnya, akibatnya guru lagi yang jadi korban,” tutur politisi PKS ini.
Fikri menyatakan, persoalan manajemen keuangan pemerintah pusat dan daerah seharusnya bukan menjadi masalah guru. “Lantas ketika guru berdemo, dampaknya menjadi luas lagi ke peserta didik dan kualitas pendidikan secara umum,” imbuh pria yang mantan guru ini.
Selain itu, Fikri menyinggung masalah soal data guru di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar). Menurut perundangan, guru PNS maupun non-PNS yang mengajar di daerah tersebut mendapatkan tunjangan khusus yang besarannya mencapai satu kali gaji pokok.
“Masalahnya, data tersebut masih simpang siur, faktanya banyak sekali guru di daerah 3T yang tidak mendapatkan insentif tersebut,” ucap Fikri.
Alasan Kemendikbud, pihaknya hanya menerima data guru yang berasal dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. “Mosok iya tidak kelar-kelar selama bertahun-tahun,” tanya dia.
Belum lagi masalah administrasi penyaluran dana tunjangan bagi guru. Guru penerima tunjangan profesi misalnya, ditetapkan melalui Surat Keputusan Penerima Tunjangan Profesi (SKTP) oleh Kemendikbud. Penetapan ini berdasarkan pembaruan data dapodik oleh sekolah dan guru bersangkutan, yang mesti divalidasi oleh dinas pendidikan setempat.
Seringkali problem muncul karena lambatnya proses input dan validasi yang berjenjang tersebut, selain problem teknis seperti akses internet dan human-errorr. Sehingga, pencairan dana tunjangan guru menjadi terhambat, atau bahkan hangus. Padahal dalam beberapa kasus, tunjangan ini hanya bisa diterima setahun sekali, dari semestinya yang dua kali (tiap semester).
Kejadian ini seperti terjadi di Sampang, Madura saat seorang guru madrasah mengeluhkan dana tunjangan profesinya hilang di bank. Setelah diinvestigasi pihak berwenang, diketahui terjadi salah input data penerima. (Joy)
Editor: Bobby