Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi I DPR Sukamta menyatakan prihatin dan berduka cita atas beredarnya video pelarungan jenazah ABK Indonesia di Laut Somalia oleh kapal berbendera China Luqin Yuan Yu 623, Sabtu (16/5/2020), serta dugaannya adanya tindak kekerasan terhadap yang ABK di kapal tersebut.
Padahal sudah banyak pihak sampaikan kepada pemerintah untuk segera lakukan langkah konkrit melindungi para pekerja migran Indonesia (PMI) sebagai respon meninggalnya 4 ABK di kapal berbendera China dua pekan yang lalu, ternyata kejadian serupa terulang dan kembali ada indikasi perbudakan atas para ABK Indonesia.
“Kejadian yang berulang ini menunjukkan Pemerintah gagal melindungi WNI. Kami berharap kejadian ini menjadi terakhir dan tidak ada lagi kasus PMI yang alami kematian karena eksploitasi secara semena-mena di tempat ia bekerja,” kata Sukamta dalam keterangan tertulisnya, Minggu (17/5/2020).
Secara khusus karena kejadian yang berulang ini berada di kapal berbendera China, Sukamta meminta agar Pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) untuk melakukan protes dan koordinasi agar peristiwa serupa ke depan bisa dicegah dan ada penindakan hukum bagi semua perusahaan yang terlibat dalam kematian dan dugaan kekerasan terhadap ABK Indonesia di kapal Cina.
Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR ini juga sampaikan apresiasi positif kepada Kemenlu yang sudah memanggil Dubes China terkait kasus ini. Menurutnya, hal itu sangat penting tekanan disampaikan kepada pihak Pemerintah China agar serius tangani kasus ini.
Lebih lanjut Sukamta mengatakan pihak Polri bisa segera lakukan kerjasama dengan Polisi China untuk mempercepat proses investigasi. Jika terbukti ada pelanggaran HAM, harus ada tindakan hukum yang keras kepada perusaahaan kapal Cina, hal ini untuk mencegah kejadian sama terulang kembali.
“Saya harap Kemenlu juga terus memantau dan mengawal kasus ini untuk memastikan hak-hak ABK dipenuhi,” harapnya.
Wakil Ketua Fraksi PKS ini juga memandang perlu membawa kasus yang sudah mengarah pada bentuk perbudakan modern ini ke mahkamah internasional dan Komnas HAM PBB.
“Saya kira penting untuk dilakukan upaya penyelidikan pada lingkup yang lebih luas karena praktek perbudakan modern melibatkan jaringan internasional yang sudah masuk dalam tindak kejahatan transnasional. Beberapa jenis pekerjaan sangat rawan dengan tindakan yang tidak manusiawi ini. Seperti pekerjaan di kapal yang berlayar di perairan internasional selama berbulan-bulan, tidak mudah bagi sebuah negara untuk melakukan perlindungan. Yang seperti ini membutuhkan kerjasama internasional untuk memperkuat pengawasan,” terangnya.
Anggota DPR RI asal Yogyakarta ini juga memandang perlu langkah-langkah konkret dilakukan di lingkup Indonesia, hal ini untuk memutus mata rantai mafia pengerah PMI yang menjurus ke perbudakan. Mengingat persoalan yang dialami oleh PMI berawal dari proses awal perekrutan dan penempatan. Untuk itu menurutnya ada tiga hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah. Pertama, menertibkan semua perusahaan pengerah tenaga migran, karena disinilah sumber masalah berawal.
“Untuk menertibkan perusahan pengerah PMI, pemerintah perlu segera melakukan investigasi secara menyeluruh. Jika terkait dengan praktek perbudakan modern, pasti ada mafia di balik ini semua. Berarti di sebagian perusahaan-perusahan pengerah PMI sejak dari perekrutan sudah ada yang proses yang tidak benar. Adanya kasus ini menjadi momentum pemerintah untuk membongkar mafia pekerja migran dan menertibkan perizinan perusahaan pengerah PMI. Pemerintah juga perlu mengevaluasi kinerja Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) yang terkesan tidak becus memberikan perlindungan kepada PMI,” paparnya.
Kedua, pemerintah perlu memperkuat kebijakan moratorium pengiriman tenaga migran. Menurutnya moratorium dilakukan dengan tujuan membuat perbaikan sistem, perubahan regulasi dan pengawasan.
“Praktik pengiriman pekerja migran secara ilegal dan human traficking terus terjadi, berarti sistem dan regulasi tidak berjalan semestinya. Kita semua tahu pengiriman pekerja migran ini jadi bisnis miliaran rupiah, jangan sampai negara kalah berhadapan dengan oknum-oknum yang bermain di dalamnya. Yang muncul malah ada tarik menarik kewenangan antara kementerian dan lembaga dalam pengelolaan dan perlindungan PMI. Saya harap Presiden turun tangan mengatasi keruwetan ini,” katanya.
Ketiga, pemerintah segera menuntaskan peraturan pemerintah (PP) tentang Prosedur Penangan Kasus Pekerja Migran sebagai turunan UU No. 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. “Keberadaan PP ini sangat penting untuk mengisi kekosongan hukum dalam penanganan kasus pekerja migran,” pungkasnya. (Bie)
Editor: Bobby