Jakarta, JurnalBabel.com – Pemerintah perlu memperhatikan komunitas penggemar pakaian bekas. Sebab, masyarakat membeli pakaian bekas lebih kepada faktor harga yang murah.
Demikian dikatakan oleh Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Fraksi Partai Golkar, Supriansa, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (7/6/2023), menanggapi Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 40 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.
“Masyarakat beli pakaian bekas karena murah. Saya juga biasa beli pakaian bekas dulu waktu masih di Makassar. Pakaian bekas di Makassar diberi nama Cakar,” kata Supriansa yang berasal dari Dapil Sulawesi Selatan ini.
Supriansa mengungkapkan, kemarin Baleg DPR berinisiatif melakukan rapat untuk meninjau ulang Undang-Undang (UU) yang terkait pedagangan pasca pemerintah mengeluarkan kebijakan melarang impor pakaian bekas, yang diatur dalam Permendag Nomor 40 Tahun 2022.
“Olehnya itu setelah pemerintah melarang impor pakaian bekas, maka Baleg melakukan rapat untuk meninjau maksud UU yang terkait perdagangan,” ungkapnya.
Rapat tersebut pun disiarkan langsung melalui chanel youtube Baleg DPR RI. Dalam rapat tersebut, Supriansa mengatakan khawatiran pemerintah bahwa pakaian bekas impor terdapat penyakit di dalamnya, hal itu dapat diatasi dengan berbagai cara.
“Nah sekarang apa yang kita khawatirkan barang masuk, ada penyakit? Kan ada caranya tidak berpenyakit misalnya karena barang bekas,” ujar Supriansa.
Selain itu, impor pakaian bekas bakal mengganggu perdagangan dalam negeri, mantan Wakil Bupati Soppeng ini tidak sepakat.
“Ini tidak boleh karena mengganggu perdagangan? Yang mana diganggu? Yang barang yang disini? Jangan mahal kalau tidak mau diganggu. Kan begitu modelnya, logikanya gitu,” katanya.
Oleh sebab itu, Anggota Komisi III DPR ini setuju UU terkait perdagangan ditinjau ulang akibat adanya kebijakan pemerintah tersebut.
“Nah kita mau diikat oleh sebuah UU, membuatkan regulasi dengan cara berpikir pembuat UU, saya setuju,” pungkasnya.
Pedagang Demo
Untuk diketahui, Himpunan Pedagang Pakaian Impor Indonesia (HPPII) menggeruduk Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Selasa (6/6/2023). Dalam unjuk rasa tersebut mereka membawa tujuh tuntutan untuk Menteri Perdagangan Zulhas.
“Kami tuntutan yang utamanya adalah lepaskan barang yang ditangkap, karena itu kan sumber kami untuk menjual pakaian thrifting. Kedua, keluarkan dan buka keran impor. Ketiga, supaya kita aman dalam berdagang maka revisi Permendag perlu, dan tiga itu saja agar kita saat berdagang aman,” kata Ketua HPPII, Efendi.
Berikut isi tuntutan aksi unjuk rasa perlawanan pedagang thrifting se-Indonesia:
1. Revisi Permendag No. 40 Tahun 2022 yang tidak pro pedagang kecil (Thrifting)
2. Berikan keadilan sosial bagi seluruh pedagang kecil (Thrifting) (UMKM) sesuai sila ke 5 pancasila
3. Biarkan kami mencari nafkah di Thrifting karena turun temurun keluarga dan anak cucu kami hidup dalam usaha berdagang thrifting.
4. Stop politisasi pedagang thrifting di setiap tahun politik.
5. Kami tidak butuh Menteri yang tidak pro rakyat kecil (pedagang kecil) seperti kami.
6. Sahkan perdagangan thrifting dan berikan kami kuota dagang demi masa depan anak dan cucu kami.
7. Kami meminta Menteri Perdagangan mundur kalau tuntutan kami tidak dipenuhi.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendukung larangan impor pakaian bekas alias thrifting yang belakangan marak terjadi di Indonesia. Hal ini karena impor pakaian bekas berpotensi menghantam industri tekstil dan produk tekstil dalam negeri.
“Itu mengganggu industri tekstil di dalam negeri. Sangat mengganggu,” kata Jokowi di acara Business Matching Produk Dalam Negeri di Jakarta, Rabu (15/3/2023).
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu bahkan sudah memerintahkan jajarannya untuk mencari betul sumber impor pakaian bekas.
Sementara itu, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) DKI Jakarta, Diana Dewi mengatakan, pengusaha tekstil saat ini sudah banyak yang beralih usaha. Hal ini tidak terlepas dari banyaknya gempuran impor pakaian bekas yang masuk ke Indonesia dengan harga jauh lebih murah.
“Pengusaha-pengusaha tekstil sudah menjerit semua. Mereka sekarang sudah banyak beralih akhirnya,” kata dia usai menghadiri acara Jakarta Energy Forum, di Hotel The Sultan Jakarta, Rabu (31/5/2023).
Diana mengatakan, masalah ini sebetulnya cukup kompleks. Produk itu ada karena kebutuhan dan permintaan masyarakat yang tinggi, di samping juga harga yang terjangkau.
(Bie)